SEMARANG, LPMMISSI.COM – Matahari sore di Kampung Nelayan Tambakrejo cukup menyengat, suasana terik itu diiringi gerombolan awan hitam yang bergerak mendekat dari arah timur Kota Semarang. Di bawah langit, sekumpulan orang yang terdiri dari masyarakat, nelayan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Semarang, jurnalis dan mahasiswa tengah bersiap menggelar Upacara Hari Nelayan, Rabu (6/4).
Beberapa perahu tampak berjajar di sepanjang dermaga, disiapkan untuk ditunggangi para peserta upacara. Di tengah muara Kali Banjir Kanal Timur tampak berdiri tegak sebuah tiang yang akan dikibarkan bendera di atasnya.
Para peserta mulai menaiki perahu, langkah mereka tampak menimbulkan riak pada permukaan air yang tenang. Ketika perahu-perahu meninggalkan dermaga, saat itu pula rintik hujan mulai berjatuhan. Gerombolan rintik hujan justru menambah kekhidmatan prosesi upacara hari itu.
Sekitar delapan perahu berputar-putar mengelilingi tiang bendera. Tak lama, perahu-perahu mulai berhenti di sekitar tiang, menanti prosesi pengibaran bendera yang akan di mulai tepat pukul 17.00 WIB. Petugas pengibar sudah siap mengambil posisi di atas perahu, dekat tiang bendera yang terbuat dari bambu itu.
Dari atas perahu terdengar sang pemimpin upacara berseru, “Kepada bendera merah putih, hormat, grak.” Diiringi seruan lagu Indonesia Raya yang dengan khidmat dinyanyikan oleh peserta upacara, bendera merah putih mulai bergerak menuju puncang tiang.
“Hiduplah Indonesia Raya,” begitu kiranya saat lagu selesai dinyanyikan. Komandan Upacara kembali berseru, “tegap, grak.” Pengibaran bendera usai. Perahu-perahu mulai menyalakan mesin kembali untuk berparade. Parade bermula dari muara hingga ke laut lalu kembali lagi ke dermaga. Sore menjelang petang itu, peserta disuguhi rona kemerahan senja di laut Kota Semarang.
Kurang lebih 30 menit perahu-perahu peserta upacara berparade, yang setelahnya perahu kembali bersandar ke dermaga. Usai upacara, peserta berjalan menuju halaman di depan Masjid Tikaf Al-Firdausi, Kampung Nelayan Tambakrejo, tak lama azan magrib berkumandang. Peserta yang menjalankan puasa, buka bersama dengan hidangan ala kadarnya seperti es campur, air mineral, dan gorengan.
Upacara Hari Nelayan di Tambakrejo tahun ini memang sederhana dibanding tahun sebelumnya. Menurut salah satu nelayan Tambakrejo, Marzuki menjelaskan bahwa upacara Hari Nelayan sudah rutin dilaksanakan sejak 2019 silam. Pada prosesi upacara tahun-tahun sebelumnya, upacara biasanya ditutup dengan acara tambahan seperti pertunjukan musik. Meski demikian, Marzuki memaparkan antusias pesertanya tetap sama.
“Pada tahun 2019 itu kita baru tahu bahwa nelayan itu punya hari. Akhirnya kami tergerak mengadakan acara peringatan Hari Nelayan,” ucap Marzuki.
Ia bercerita Upacara Hari Nelayan menjadi hal yang rutin dilakukan di Tambakrejo. Mulanya, warga di Kampung Nelayan Tambakrejo pada 2019 pernah akan direlokasi ke rusunawa. Hal itu bertujuan untuk normalisasi bantaran Kali Banjir Kanal Timur, Kota Semarang. Namun, warga menolak karena sebagian besar profesi mereka adalah nelayan.
Marzuki pun mengatakan, sebanyak 97 Kartu Keluarga di Kampung Nelayan Tambakrejo masih bergantung pada profesi nelayan. Mereka masih berupaya menjaga lingkungan dan laut ldengan mendapatkan hasil laut menggunakan alat sederhana dan konvensional yang ramah lingkungan. Seperti jala, jaring, dan sebagainya. Tidak ada yang menggunakan pukat atau bom.
Namun, ia juga mengeluhkan usaha memperoleh hasil laut dengan menggunakan alat ramah lingkungan saja tidak cukup. Sebab sepanjang muara dan laut di sekitar Kampung Tambak Rejo masih saja terlihat tumpukan sampah. Itulah menurutnya yang merusak ekosistem laut.
“Kami tidak begitu resah dengan banyaknya sampah saat ini. Artinya, ya dijalani saja sebagai nelayan. Cuma kalau berpikir nanti dikemudian hari bagaimana kalau laut itu tidak terjaga, tidak di- rumati,” ujarnya.
Marzuki berharap warga Kampung Tambakrejo semakin sejahtera dan peristiwa penggusuran seperti tahun 2019 tidak terulang kembali. Selain itu, ia berharap limbah dari pabrik dan sampah dapat terkendali untuk menjaga ekosistem laut.
Reporter: Muhammad Irfan Habibi dan Arif Rahman
Editor: Nastaufika Firdausy