Buy now

28 C
Semarang
Selasa, April 16, 2024
spot_img

Masih Mau Kuliah dan Jadi Sarjana?



Jangan sampai setelah lulus perguruan tinggi skill dan kemampuan kita tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat dan perusahan.  Jika itu terjadi,  jumlah pengangguran terdidik akan terus membengkak di persimpangan jalan dan sampah masyarakat bertambah banyak.

Penggalan kalimat diatas tentu sering kita jumpai diberbagai media bacaan, baik itu buku, jurnal dan kajian diskursif yang di lakukan oleh calon-calon sarjana, bahkan sering muncul celetupan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, Mau jadi apa setelah lulus? atau mau kerja apa?

Tidak sedikit lulusan perguruan tinggi di Indonesia mengalami kekhawatiran,  sebab  ijazah dan gelar sarjana sebagai bentuk pencapaian pendidikan perguruan tinggi tidak lagi menjadi jaminan lebih mudah untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Kesulitan mencari lahan pekerjaan tidak semata-mata didasari oleh dunia pekerjaan yang semakin berat,  apa lagi sejak di bukanya tenaga kerja asing dari negara-negara Association of South East Asia Nations (ASEAN) sebagai dampak hadirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Baca Juga: Kuliner Legendaris, Salad Ala Jawa

Sulitnya lulusan perguruan tinggi dalam memperoleh kerja dari tahun ke tahun angkanya terlihat meningkat, sesuai dengan data Badan Pusat Statistika (BPS) di tahun 2014, ada 9,5 % atau sekitar 688.660 orang dari total pengangguran yang merupakan sarjana.

Bahkan tercatat, angka pengangguran tertinggi dari jumlah diatas adalah lulusan strata satu (S1) dengan jumlah sebanyak 495.143 orang, kemudian disusul mereka yang memiliki ijazah diploma tiga (D3). Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan pengangguran pada tahun 2013 dengan presentase sebanyak 8,36% atau sekitar  619.288 orang dan di tahun 2012 sebesar 8,79% 645.866 orang. 

Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional,  Fasli Djalal,  menyampikan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia berdasarkan pendidikan yang ditamatkan cukup membahayakan, perlu adanya konsep pendidikan tinggi agar lulusan mudah diserap oleh perusahaan, industri dan masyarakat. Kompas, (27/4/2015).

Jadi Sarjana Tanpa Skill

Susahnya lulusan perguruan tinggi dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh skill yang kurang mumpuni saja, penyebab lainya adalah adanya ketimpangan status antara profil, visi dan misi lulusan perguruan tinggi dengan kualifikasi sesuai keinginan masyarakat dan perusahan yang siap pakai.

Willis Towers Watson,  melalui hasil studi tentang “Talent Management and Rewards” sejak tahun 2014 mengungkapkan, delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai.

Dari hasil studi di atas, seharusnya perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia tidak kesulitan dalam mencari tenaga kerja,  karena setiap tahun angka pertumbuhan kelulusan dari perguruan tinggi selalu bertambah, akan tetapi jumlah permintaan perusahan terhadap tenaga kerja lebih rendah dari jumlah kelulusannya. 

Consultant Director, Willis Tower Watson Indonesia, Lilis Halim pada diskusi A Taste Of L’oreal, menyebutkan bahwa banyak perusahan yang masih kesulitan dalam mendapatkan karyawan yang berpotensi tinggi.

Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Brasil sebagai negara dengan pertumbuhan lulusan perguruan tinggi kurang lebih 4% dan rata-ratanya mencapai 1,5% setiap tahunya. Kompas,  (20/4/2016).

Baca Juga: Polemik TOEFL-IMKA

Penilaian di atas tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi semua calon mahasiswa dan sarjana, khawatiran itu muncul  atas paradigma para sarjana, seperti sering kita jumpai ketika lulus dari perguruan tinggi cenderung berkeinginan menjadi pekerja bukan yang memperkerjakan, seperti dalam buku “Catatan Seorang Demonstran Soe Hok Gie” mengatakan, tugas utama mahasiswa ialah berfikir dan menciptakan sesuatu yang baru,  semestinya hal itu turut menjadi doktrin, tidak hanya saat menjadi mahasiswa tapi juga setelahnya.

Hal ini dapat dikatakan sudah menjadi paradigma dan kebiasaan para lulusan yang menginginkan kemudahan dan menghindari resiko kegagalan. Apalagi dengan munculnya era digital informasi yang serba cepat dan instan,  hal itu mengakibatkan mahasiswa atau sarjana cenderung praktis.

Sarjana, Global Skill

Di era digital dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, harusnya lulusan perguruan tinggi memiliki berbagai bidang ilmu, baik skill maupun soft skill, seperti digital skill atau kemampuan menguasai dunia digital.  Mampu berfikir maju dengan banyak skenario yang dibuat, serta interpersonal dan skill komunikasi sehingga keahlian berkomunikasi tersebut berani dalam berpandangan. 

Selanjutnya mampu menguasai global skill, yaitu kemampuan berbahasa asing,  mampu berkolaborasi dengan orang asing yang berbeda kultur,  budaya dan latar belakang untuk membentuk sensitivitas terhadap nilai-nilai kebudayaan yang ada.

Keahlian atau skill adalah kunci utama memasuki dunia kerja, di Indonesia sendiri  saat ini lapangan kerja di sektor formal masih mengalami penurunan, hal itu di sebabkan oleh kinerja sektor riil yang semakin rendah dan daya saing Indonesia yang menyebabkan sektor industri menjadi lemah, membuat produksi manufaktur yang berorientasi ekspor, sehingga menyebabkan kurangnya permintaan tenaga kerja terdidik,  yang berakibat meningkatnya jumlah pengangguran.

Ketidaksesuaian bidang keahlian lulusan perguruan tinggi, tentang kriteria yang dibutuhkan. Maksudnya adalah keahlian para sarjana dari perguruan tinggi tidak sesuai dengan kriteria atau kebutuhan di tingkat perusahaan.

Faktor-faktor di atas, hanyalah sebagian kecil yang menyebabkan para lulusan perguruan tinggi menjadi pengagguran, tentunya masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan seorang sarjana menjadi pengangguran. Dalam kasus ini, tentunya harus mendapatkan perhatian khusus dari beberapa pihak terkait, baik pemerintah, pihak perguruan tinggi maupun para mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran di bangku perkuliahan.

Untuk kedepannya perguruan tinggi harus mampu membawa lulusannya mampu berperan aktif dan inovatif dalam memajukan sektor ekonomi Indonesia,  pemerintah dan pihak perguruan tinggi melalui ketetapan kebijakan dalam menerapkan pola pikir mahasiswa untuk menjadi seorang kreator yang inovatif guna kemajuan bangsa Indonesia.

Penulis: Mohamad Subekhi
Editor: Isbalna

baca juga

1 Comment

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini