Connect with us

    Featured

    Kata Zawawi Imran Soal Tugas Kebudayaan dan Potongan Surga

    Published

    on

    WhatsApp Image 2023 05 27 at 12.27.03

    WhatsApp Image 2023 05 27 at 12.27.03

    foto:lpmmissi.com/Habibi

    SEMARANG,LPMMISSI.COM-Tari Pasambahan, tarian penyambut tamu khas Minangkabau disajikan untuk menyambut ketiga narasumber Ngaji Budaya Nusantara Culture Festival, K.H. Zawawi Imran, Sosiawan Leak, dan Romo Dr. Aloysius Budi Purnomo. Mereka diiringi oleh Rektor UIN Walisongo, Imam Taufik; Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Walisongo, M. Faris Balya; Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Wing Wiyarso

    Kala para penari menyambut, rinai hujan tak ingin kalah menyambut. Namun, para penonton tetap duduk di Lapangan Kampus 3 UIN Walisongo, Kamis (25/5) malam.

    Zawawi Imran membuka pembicaraannya dengan bahasa budaya menyambut redanya hujan.

    “Kalau hujan hanya meresap ke dalam bumi tetapi kamu meresap ke dalam hatiku dan sekujur tubuhku,” katanya yang disambut riuhan sorak dan tepuk tangan.

    Seorang ulama sekaligus penyair yang disebut Leak sebagai kiainya sastrawan, mengatakan, kehadirannya di UIN Walisongo seakan menjadi dosen.

    Lelaki kelahiran Sumenep itu menyampaikan pesan-pesan dengan kalimat-kalimat yang menari-nari di telinga penonton yang mayoritas mahasiswa UIN Walisongo.

    Zawawi menuturkan tugas kebudayaan adalah belajar, belajar, belajar, dan menguasai ilmu. Ia mengatakannya dengan penuh penekanan dan mengulang kata belajar tiga kali.

    “Belajar harus benar-benar menggelora, berkobar-kobar di hati kita untuk mencapai prestasi belajar sehingga menjadi ilmuan yang cermelang di hari esok,” ucapnya dengan lantang dengan tangan kanan di dadanya.

    Zawawi pun berpesan agar tetap bersemangat.

    “Menobatkan diri jadi tua tetapi tetap remaja. Tua hanya karena hanya denyut waktu tetapi tetap muda karena pengalaman segar selalu diundang,” ucapnya dengan tenang.

    Ia menegaskan kembali pentingnya belajar melalui sebuah kisah dalam kitab yang dikarang oleh Imam Syafi’i.

    “Anak muda yang malas belajar itu berbahaya. Imam Syafi’i mengatakan ‘Kalau ada anak muda malas belajar di waktu mudanya, angkatlah takbir empat kali sebagai salat jenazah untuk kematiannya’,” ucapnya.

    Zawawi mengatakan anak muda seperti itu tidak diperlukan dan bisa menjadi beban. Menurutnya, kepandaian saja tidak cukup tetapi perlu diiringi dengan tata krama.

    Indonesia adalah Potongan Surga

    Zawawi bercerita tentang kedatangan Rektor Universitas Al-Azhar Kairo, Syeikh Mahmoud Syaltut yang datang ke Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam Asia Afrika tahun 1965.

    Ia menceritakan kekaguman Syaltut kepada keindahan Indonesia hingga mengucapkan “Indonesia adalah potongan surga yang diturunkan Allah.”

    Zawawi mengatakan penyebab bukan orang Indonesia yang mengakui kekayaan tersebut.

    “Karena orang Indonesia rendah hati walaupun punya tanah seindah surga. Butuh orang lain dulu biar objektif,” ucapnya.

    Menurut penyair yang memiliki julukan “Si Celurit Emas” ungkapan kekaguman tersebutlah yang menjadi inspirasi Yok Koeswoyo mengarang lagu “Kolam Susu” yang dipopulerkan Koes Plus.

    Zawawi mengatakan jika ingin Indonesia tetap subur dan makmur, Indonesia perlu dirawat dengan hati yang bersih serta budi pekerti yang indah.

    “Hati yang bersih dikombinasikan dengan budi pekerti yang indah itulah yang dinamakan Pancasila,” tuturnya.

    Ia pun membacakan penggalan puisinya berjudul “Indonesia Tanah Sajadah”

    Kita minum air Indonesia menjadi darah kita
    Kita makan buah-buahan dan beras Indonesia menjadi daging kita
    Kita menghirup udara Indonesia menjadi napas kita
    Kita bersujud di atas bumi Indonesia
    bumi Indonesia menjadi sajadah kita
    Satu saat nanti kalau kita mati
    Kita akan tidur dalam pelukan bumi Indonesia
    Daging kita yang hancur
    Akan menyatu dengan harumnya bumi Indonesia

    Sebagai penyair, Zawawi menutup dengan kalimat yang terdengar romantis.

    “Semarang cintaku, Universitas Islam Negeri Walisongo sayangku, jejakku ku tinggal di sini tetapi senyummu ku bawa pergi,” tutupnya dengan indah.

    Reporter: Muhammad Irfan Habibi
    Editor: Indah Wulan Sari

    Continue Reading
    Click to comment

    Leave a Reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *