Buy now

29 C
Semarang
Rabu, Mei 1, 2024
spot_img

Hidup Berkarya atau Mati Meninggalkan Karya

Isy kariman aw mut syahidan.
Kalimat itu mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga kita, slogan yang dikeluarkan oleh seorang ibu dari salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Abdullah bin Zubeir, nyatanya masih terngiang sampai era milenial. Tafsir dari kalimat itu cukup beragam, mulai dari jangan terlalu mencintai dunia dan perbanyak bekal untuk ke akhirat, sampai tafsiran yang cukup fundamental yakni doktrin kepada seseorang untuk berjihad agar mati syahid. 

Kalimat ini juga sering disinggung dengan Islam liberal, tapi saat ini kita sedang tidak berbicara mengenai itu. Mari kita renungi bersama kalimat tersebut dan mengkorelasikannya dengan kemerdekaan. Tentu kita sepakat, bahwa Indonesia merdeka tidak dengan perjuangan yang mudah. Tumpah darah, patah tulang tidaklah menyakitkan asal Indonesia merdeka, anak cucu generasi muda hidup bahagia dan sejahtera.

Jika kita sangkut pautkan perjuangan dengan para pahlawan kemerdekaan, baik yang terekspos media atau tidak, sebenarnya mereka telah memegang prinsip hidup mulia atau mati syahid. Tentu ada rasa tidak rela jika hidup masih berada di bawah kaki kekuasaan negara lain, yang bisa kapan saja dan seenaknya menginjak-injak harga diri bangsa.

Dengan tekad yang kuat, keberanian yang membara, dan haus akan kemerdekaan. Para pejuang Indonesia berhasil mengusir dua negara besar yakni Belanda dan Jepang kembali ke kempung halaman. Jika kita cermati lagi arti kalimat isy kariman aw mut syahidan maka tidak ada yang buruk di dalamnya, kedua pilihan tersebut memberi keuntungan. Jika kita meninggal karena berjuang, maka kita syahid, dan juga kita akan tetap mulia meskipun masih hidup.

73 tahun berlalu Indonesia merdeka, dengan jangka waktu yang sama pula tangis haru seluruh masyarakat Indonesia pecah. “Dengan ini menyatakan kemerdekaanya” sepenggal kalimat proklamasi yang membebaskan Indonesia dari para penjajah. Ya, kita merdeka, Indonesia merdeka.

Namun setelahnya berbagai permasalahan kenegaraan lahir, tanpa disebutkan kita sudah paham tentunya. Tenang, kita tidak akan bernostalgia ke masa silam itu, karena di era milenial ini ternyata ada yang lebih silam dari masa setelah kemerdekaan, yakni tidak ada gairah dari penerus bangsa untuk hidup mulia atau mati syahid.

Sebelum terlalu jauh memaknai, kita perlu menyaring ulang makna kalimat ini, hidup mulia yang seperti apa di era milenial ini? Mati syahid yang seperti apa pula di era milenial ini? Yang pertama kita harus menekankan, kita tidak akan berperang. Keinginan para pendahulu kita sudah terealisasikan, kita sudah merdeka, hidup bahagia dan sejahtera. Namun keadaan ini justru menjadi penjajah baru khususnya bagi kalangan muda.

Akibat terlalu nyaman dalam keadaan baik-baik saja, tanpa disadari sifat malas telah menggerilya kita. Terbuai oleh kecanggihan teknologi, terhipnotis oleh dunia maya. Hari-hari kita hanya diisi dengan update story, jalan-jalan, menikmati cemilan di depan layar dengan berbagai macam tayangan hiburan, atau sesuatu yang tentunya hanya membuang-buang waktu.

Entah siapa yang salah, tapi tentu para pejuang tidak salah mengorbankan jiwa dan raga dengan harap anak cucunya bisa hidup damai tanpa peperangan. Jika menyalahkan keadaan, ini bukanlah keadaan yang salah. Jika menyalahkan perkembangan teknologi, kurang tepat rasanya, karena teknologi justru mempermudah akses kita untuk memilih hidup mulia atau mati syahid.

Pilihan hidup mulia atau mati syahid di era milenial mungkin bisa lebih sederhana. Kita tidak harus berperang agar hidup kita mulia atau mati syahid. Kita hanya perlu berkarya, memerangi kemalasan yang mulai menjadi teman akrab. Memanage kembali waktu yang disia-siakan, bukankah pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan? Jika hanya melawan kemalasan saja kita enggan, apa pantas kita menjadi pemimpin sepuluh atau dua puluh tahun ke depan? Siapa yang mau dipimpin oleh orang yang seperti itu?

Mari kita renungkan kembali, pernahkah kita menikmati karya seseorang yang sudah meninggal? Pernahkah terlintas dalam benak kita bagaimana seseorang itu hidup? Karya membuat seseorang abadi, meski Tuhan telah mengambil ruhnya. Memang ini bukan definisi syahid, tapi hal ini tidak jauh dari konteksnya. Bahwa siapa yang setelah meninggal masih memberikan manfaat bagi yang hidup, dia adalah manusia yang baik.

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Menulis hanya salah satu karya yang digandeng Pram pada kutipannya, kita tentu boleh menggantinya dengan karya lain. Yang tidak boleh adalah ketika kita hanya diam terlena menikmati zona nyaman. Apalagi sebagai pemuda, jika tidak memiliki karya, apa yang bisa kita bawa untuk masa depan? Apa yang kita beri untuk bangsa sendiri? Apa yang bisa kita banggakan kepada negara lain?

Dengan berkarya hidup mulia atau mati syahid menjadi sederhana, jika kita hidup tanpa karya, kita tidak jauh berbeda seperti orang mati. Jika kita mati meninggalkan karya, maka kita akan tetap hidup.

Seperti dalam wasiat Ir. Soekarno

Engkau hai pemuda pemudi yang ada di sini sekarang mengejar investment
Kerjakanlah pekerjaanmu itu sebaik-baiknya
Kejakanlah sebaik-baiknya oleh karena apa yang kau kejar sekarang ini ialah ilmu
Dan ilmu itu bukan untukmu sendiri
Tetapi ialah untuk anak cucumu
Untuk Bangsa Indonesia
Untuk Rakyat Indonesia
Untuk Tanah Air Indonesia
Untuk Negara Republik Indonesia
Maka saudara-saudara dan anak-anakku sekalian
Jikalau kita semuanya berkumpul di sini
Kenangkanlah akan hal ini
Kenangkanlah sebagai tadi kukatakan
Korbanan-korbanan kita telah berat sekali
Laksana semua orang-orang bangsa Indonesia yang sekarang terkubur di taman-taman pahlawan
Semuanya menunggu-tunggu akan kedatanganmu kembali
Agar supaya kamu nanti dapat memberi sumbangan kepada tanah air dan bangsa

Penulis: Isbalna
Editor: Aini Irmadana

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini