Siapa sangka, menjadi dewasa ternyata tak seindah bayangan masa tadika. Rupanya menjadi dewasa tidak selalu tentang kesuksesan dan hubungan yang berjalan baik. Lebih dari itu menjadi dewasa juga harus siap untuk bekerja dengan orang-orang yang menyebalkan.
Quarter life crisis atau sering disebut juga dengan krisis seperempat abad, merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa. Kondisi dimana seseorang merasa khawatir, bingung dan tidak memiliki arah tujuan untuk melanjutkan kehidupan.
Biasanya kekhawatiran ini terjadi pada perihal percintaan, karier, kehidupan sosial, masalah percitaan dan relasi pertemanan.
Faktor terdekat terjadinya quarter life crisis diantaranya adalah pengaruh medsos, yang menjadikan kita sering membandingkan pencapaian diri dengan orang lain.
Baca juga:DEMA FSH Sebut DEMA-U Selingkuh dengan Rektorat
Sering membandingkan pencapaian orang lain dan berlarut-larut dalam kegagalan bisa menjadi faktor terjadinya quarter life crisis pada seseorang.“ kok dia bisa sehebat itu ya?”
“ dia kok bisa lebih suskes dari aku ya?”
“ kok orang-orang udah pada nemu passionnya ya?”
“kok aku masih gini-gini aja?”
“ aku ga bisa apa-apa”
Kalimat diatas mungkin saja sering kita ucapkan ketika melihat pencapaian teman sebaya yang sudah sukses.
Sepatutnya pencapaian orang lain dapat menjadi motivasi dan pemacu kita untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Namun pencapaian orang lain terkadang justru dijadikan sebagai standar kesuksesan, hal tersebut yang kerap membuat kita menjadi iri.
Salah satu tradisi yang melekat pada masyarakat Indonesia yaitu, standarisasi menikah pada umur 25 untuk perempuan. Standarisari inilah yang nantinya akan menimbulkan pertanyaan oleh para perempuan,
“ kenapa ya jodohku belum datang?”
“ kayaknya aku jelek banget ya?”
Bahkan nantinya juga akan menimbulkan pertanyaan yang dapat merendahkan diri sendiri,
“apakah aku tidak layak di cintai oleh siapapun?”
Sebenarnya quarter life crisis wajar dialami oleh siapapun dan kapanpun, karena sudah sejatinya pencarian jati diri dimulai. Takut dan khawatir akan masa depan memang sudah menjadi sifat yang seharusnya kita miliki, namun hal ini salah jika kita berlarut-larut dalam penyesalan dan kegagalan tanpa ada usaha yang dilakukan.
Baca juga: Arah Gerak Dema-U Jauh dari Idealisme Mahasiswa, Dema FSH Tantang Debat Terbuka
Apakah quarter life crisis pertanda lemahnya iman?
Islam adalah Agama rahmatan lil alamin. Sebelum kita dilahirkan ke dunia, sejatinya kita sudah menaruh janji dengan Allah untuk siap menjalani kehidupan di dunia.
Hilang arah dan tujuan hidup memang menjadi problem yang acapkali dirasakan oleh semua orang. Merasa khawatir tertinggal dari teman sebaya harusnya menjadi refleksi agar kita selalu berlomba-lomba dalam kebaikan.
Jika saat ini kita sedang mengalami quarter life crisis, agaknya perlu untuk lebih fokus pada diri sendiri, bukan pada pencapaian orang lain.
Bahkan Allah SWT sudah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 155, tentang ujian ketakutan, kelaparan dan kehilangan harta.
Lantas apa yang membuat kita takut untuk menghadapi kesusahan?
Bukankah Allah juga menjanjikan setelah kesusahan pasti akan ada kemudahan?
Bukankah kita hamba dari Sang Maha Kaya, yang sebenarnya kita sedang mengkhawatirkan apa?
Dalam Islam sendiri perasaan cemas, khawatir, galau dan gelisah termasuk pada ciri-ciri lemahnya iman seseorang, mengapa ini bisa terjadi?
Lemahnya iman seseorang bisa disebabkan karena dirinya sedang disibukan dengan hal-hal duniawi, sehingga dapat menjauhkan pada amalan-amalan yang sudah diperintahkan. Kesibukan duniawi juga dapat membuat kita lalai dalam melaksanakan ibadah.
Melemahnya iman juga bisa disebakan oleh faktor lingkungan hidup, seperti salah memilih teman. Perlu dipahami bersama, memilih teman bukan berarti membeda-bedakan mereka.
Terkadang kita perlu teman taat untuk menyelamatkan diri dari panasnya neraka.
Teman juga memilki andil penting dalam masa pencarian jati diri ini. Kembali menyibukkan diri dengan mengejar target dan tujuan hidup, tampaknya menjadi salah satu solusi tatkala kita mengalami quarter life crisis.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-rad’u ayat 11
إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنْفُسِهِم
Artinya” sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaaan mereka sendiri”
Menurut At-Thabrani, ayat ini menjelaskan kepada kita mengenai kebaikan dan kenikmatan yang telah Allah berikan. Allah tidak akan mengubah kenikmatan itu, kecuali mereka yang mengubah kenikmatan menjadi keburukan sebab perilaku dan sikap zalim pada diri sendiri dan saudara.
Perubahan tidak datang dengan sendirinya, jika kita ingin mencapai semua impian, mulai lah bergerak untuk mencapainya.
Fokuslah pada tujuan dan pencapaian diri sendiri, bukan pada pencapaian orang lain.
Ikhtiar dan doa juga sangat diperlukan, bertawakal adalah bentuk kita berbaik sangka pada Allah, sebagai seorang hamba. Tugas kita hanya berusaha melakukan sesuatu dengan maksimal, sedangkan hasil tetap berada ditangan Allah.
Penulis: Karina Rahma Dani
Editor: Haqqi Idral