Setiap orang memiliki ekspektasi. Baik secara pribadi maupun atas orang lain. Pengharapan yang lahir atas kesadaran diri mewujud sebagai sebuah mimpi-mimpi yang dicipta dengan senyum dan kegembiraan. Sementara pengharapan atas orang lain, tak jarang menciptakan beban serta kesedihan-kesedihan.
Tekanan-tekanan yang tak terlihat ini acapkali membuat hidup terasa begitu berat. Namun, umur seseorang pun akan terasa ganjil tanpa adanya ekspektasi. Sebab, orang lain tidak akan serta merta memberikan ekspektasinya tanpa dasar.
Orang lain juga tak selamanya benar-benar orang lain. Seseorang merasa menjadi manusia yang gagal di saat tidak dapat memenuhi ekspektasi dari orang tua. Dengan atau tanpa ikatan biologis pun, perasaan seseorang rentan menciut jika dihadapkan dengan pengharapan-pengharapan. Namun hidup tidak seperti uji nyali dalam siaran maupun tayangan yang dapat melambaikan tangan jika tidak kuat.
Sialnya, berani atau takut, hidup masih saja berlanjut. Hanya saja, pemenuhan atas ekspektasi tersebut akan berbeda apabila kita membedakan antara “menuntut” dan “dituntut”. Kita mau berdiri atas pilihan kita sendiri atau akan terus hidup dalam bayang-bayang dan ekspektasi orang lain?
Pilihan untuk menetapkan standar dan rasio kebahagiaan patut untuk dilakukan. Manfaatnya, saat dalam kondisi terpuruk dan membutuhkan validasi, kita dapat mengafirmasi diri sendiri. Walaupun kita telah meraih berbagai hal dalam hidup, toh akan ada saja ketidakpuasan.
Kalimat, “Ekspektasi tak seindah realita” terkadang benar adanya. Sebagai seorang yang menyandang banyak peran, di rumah, lingkungan, kampus maupun tempat kerja, kita tetap saja tidak dapat mencapai titik sempurna. Tapi bukanlah ketidaksempurnaan itu mencerminkan bahwa kita adalah manusia, yang disertai keterbatasan?
Tak semua masalah dapat diselesaikan dalam waktu bersamaan. Kita perlu mengambil jeda dan menyembuhkan luka akibat ekspektasi-ekspektasi yang belum bisa terwujud. Semakin memaksakan untuk meraih semuanya hanya menjadikan hal-hal tadi muskil untuk didapat.
Apalagi, tidak semua kata orang harus didengarkan. Meskipun kita masih membutuhkan kritik dan saran dari mereka, akan tetapi kita sebagai orang lain di mata orang lain, tidak melulu perlu mengafirmasi apa yang mereka lontarkan. Belajar memilih dan memilah ucapan mana yang perlu didengar merupakan sebuah aspek pengembangan diri. Sebab, tidak ada bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri.
Ekspektasi tetap dibutuhkan. Mengapa? Sebab hal itu turut andil sebagai upaya merawat mimpi-mimpi. Pengharapan itulah yang membuat seseorang masih punya gairah untuk mewujudkan apa yang diharapkan. Tak perlu muluk-muluk dan berlebihan, tetaplah berada pada tahap wajar dan mengingat satu hal bahwa yang lebih penting dari berharap adalah menjalani.
Penulis: Indah Wulan