Buy now

27 C
Semarang
Minggu, November 3, 2024
spot_img

Guru, Digugu dan Ditiru

seorang guru sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar (ilustrasi:pexels/fischer)
seorang guru sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar (ilustrasi:pexels/fischer)

Guru dalam filosofi Jawa mempunyai makna “digugu” dan “ditiru”. Digugu artinya dipercaya, dipatuhi. Setiap ucapan, nasihat, dan tutur kata seorang guru harus bisa dipercaya dan dipatuhi oleh siswa. Kata ditiru artinya diikuti, dicontoh, diteladani. Maka guru harus bisa menjadi contoh dan teladan bagi siswa.

Maksud digugu dan ditiru disini bukan berarti menerima segala kebenaran hanya dari guru, namun sosok guru sebagai orang yang dihormati karena kemuliaan ilmunya.

Secara normatif memang semua pekerjaan sama-sama baik. Menjadi seorang guru, tukang parkir, penjual gorengan, bahkan presiden sekalipun. Semuanya sama. Presiden yang nepotisme tentu tak lebih baik dari guru yang jujur.

Baca Juga:Mahasiswa Keluhkan Fasilitas Book Drop Rusak, Ana: Sudah Dilaporkan

Di Negara Indonesia, menjadi seorang guru merupakan profesi yang umum dan banyak dijumpai di masyarakat. Bila hanya berorientasi pada keuntungan finansial, maka menjadi seorang guru bukanlah profesi yang cocok dicoba, terlebih lagi di  Indonesia. Pasalnya profesi belajar mengajar tersebut bisa dikatakan mempunyai gaji yang tidak banyak (guru honorer), yang tidak sebanding dengan perjuangan bergelut di dalamnya.

Lalu dengan ketidak-seimbangan tadi, kenapa masih banyak orang yang ingin menjadi guru? Mungkin karena memang menjadi guru bukan tentang keuntungan materiil saja, lebih dari itu kemuliaan-lah yang menjadi tujuan utama seorang guru.

Adab kepada Ahli Ilmu

Pernahkah kita mendengar pesan yang berbunyi “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu”, atau cerita-cerita ke-adaban Imam Syafii terhadap para gurunya. Adab sendiri merupakan sikap, akhlaq, dan perilaku kesopanan terhadap seseorang, maka parameter baik-buruknya perilaku seseorang juga dinilai dari bagaimana ia memperlakukan orang lain.

Sama halnya dalam menuntut ilmu, adab kepada ahli ilmu merupakan bentuk ta’dzim (hormat) atas pengajaran ilmu, dan harapan akan kebermanfaatan dari ilmu tersebut. Adapun adab kepada seorang guru bisa apa saja, seperti bertutur kata yang baik, tidak berjalan di depan guru, tidak mendahului ketika berbicara, dan bertanya atau berdebat dengan cara yang baik.

Seorang pembelajar yang mendatangi seorang ahli ilmu, karena sejatinya ilmu itu memang harus dikejar dan diusahakan, itu juga termasuk dalam adab.

Baca Juga:Sejarawan: Ratu Kalinyamat Tokoh Historis Bukan Fiktif

Guru Hari ini

Disadari atau tidak, adab terhadap ahli ilmu hari ini rasanya menjadi harta yang berharga. Akhir-akhir ini sering sekali guru mendapat kedudukan yang tidak lagi dimuliakan, entah kasus kekerasan yang dilakukan para siswa terhadap guru, ataupun pelaporan wali murid terhadap guru akibat kesalahpahaman, dan kejadian tidak mengenakkan lainnya.

Terlebih lagi keberadaan kecerdasan buatan (Artificial Intelegent) yang lebih di prioritaskan, seakan makin mengikis keberadaan seorang guru. Berdalih memberikan kemudahan, kecepatan, dan kefleksibelan menjadikan siswa lebih senang memperoleh informasi dari “guru sintetis” daripada guru realistis.

Padahal pembelajaran tidak selalu tentang aspek intelektualitas saja, namun ada juga aspek religiusitas dan humanitas yang didapat melalui pembelajaran dengan guru. Pembelajaran dengan guru-lah yang membentuk karakter seorang siswa nantinya.

Dukungan serta bimbingan secara langsung mampu menautkan hati dan emosi antara guru-siswa, sehingga pembelajaran tak sekedar “yang penting tahu”, melainkan juga memupuk rasa empati dan berjiwa sosial.

Kehadiran kecerdasan buatan juga tak serta merta ditolak begitu saja, karena bagaimana pun juga teknologi akan semakin berkembang seiring berjalannya zaman. Maka dengan adanya teknologi harusnya seorang guru mampu menciptakan integrasi, bukan malah bersikap antipati.

Baca Juga:Salat dan Miniatur Kehidupan

Bagaimana pun perjuangan seorang guru bukanlah sesuatu yang remeh-temeh. Usaha mencerahkan semesta, memperbaiki moral generasi, dan tanggung jawab memajukan bangsa menjadi beban sekaligus kemuliaan seorang guru.

Akhirnya mari kembali mengulang lirik lagu yang biasa dipergunakan dalam perpisahan sekolah, berjudul “Guruku Tersayang”.

Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku

Penulis: Haqqi Idral

Editor: M. Kholis Dwi S

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini