SEMARANG, LPMMISSI.COM – Jalan pantura di depan kampus UIN Walisongo yang biasanya ramai lalu lalang pengendara motor dan mobil. Pada hari Kamis (10/02/22) jalan pantura tersebut dipenuhi ratusan masa aksi yang prihatin dengan konflik yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
Masa aksi yang terdiri dari mahasiswa UIN Walisongo Semarang itu mengenakan pakaian berwarna hitam sebagai bentuk bela sungkawa terhadap konflik di Desa Wadas. Mereka juga mengutuk keras tindakan semena-semena aparat polisi terhadap warga Wadas yang kontra dengan penambangan pada saat proses pengukuran tanah, pada Selasa (08/02/2022).
Seperti diketahui Desa Wadas akan dijadikan lokasi penambangan batu adesit guna mendukung proyek strategis nasional pembangunan bendungan Bener, Purworejo.
Tak terima dengan sikap aparat kepolisian yang bersikap semena-mena tersebut. Ratusan mahasiswa UIN Walisongo turun ke jalan sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Wadas yang mendapat intimidasi dari aparat.
Pada pukul 12.00 WIB, masa aksi melakukan long march di sepanjang jalan pantura. Dimulai dari depan kampus 1 UIN Walisongo Semarang sampai depan Kantor Kepolisian Sektor (PolSek) Tugu Semarang.
Sesampainya di titik lokasi yang ditentukan. Masa aksi pun langsung memblokade jalan dengan membentuk lingkaran. Mereka mulai melakukan orasi untuk menyuarakan sikap terhadap konflik di Desa Wadas.
Koordinator lapangan, Khoirul Fajri Asshihab menyampaikan tiga tuntutan kepada Gubernur dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jateng atas meletusnya peristiwa kekerasaan pada warga Wadas saat proses pengukuran tanah.
Pertama, menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk mengkaji ulang penerbitan Izin Penetapan Lokasi (IPL) yang terindikasi tidak sesuai dengan prosedur perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Kedua, menolak penerbitan pembaharuan IPL yang jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik (good goverment dan good govermance).
Ketiga, mengutuk keras dugaan represifitas aparat kepolisian terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanahnya.
Sementara itu pantauan dari lapangan di tengah jalannya aksi, lemparan sandal dari pengendara tidak bisa dihindarkan buntut masa aksi memblokade jalan pantura tersebut. Tidak sampai disitu, kericuhan aksi solidaritas tersebut juga sampai mengakibatkan kamera salah satu wartawan mengalami kerusakan.
Pihak kepolisian pun berupaya keras menindak tegas dan meminta mahasiswa untuk menghentikan aksinya. Namun, hal itu tidak diindahkan oleh mahasiswa yang menganggap ini adalah medan juangnya untuk membela warga Wadas yang terintimidasi. Situasi yang kian memanas membuat pihak kepolisian akhirnya memutuskan untuk mendatangkan 10 personil Brimob lengkap dengan senjata gas air mata ke lokasi aksi.
Kendati jalannya aksi sempat terjadi kericuhan, Khoirul Fajri tetap mengancam akan mengerahkan masa yang lebih besar lagi apabila tuntutannya tidak didengar oleh pemerintah Jawa Tengah.
“Jika dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam tidak ada respon dari Gubernur ataupun Kapolda Jawa Tengah kami akan menyiapkan aksi yang lebih besar untuk mendesak aparat di Desa Wadas ditarik mundur” tegasnya.
Reporter: Mukhlis
Editor: Nur Laela Khoerunnisa