SEMARANG, LPMMISSI.COM – Majelis Santrendelik kembali mengadakan kegiatan diskusi yang bertemakan “Ratu Kalinyamat Perempuan Perintis Antikolonialisme”, dengan mengundang pegiat dan pemerhati sejarah, Kamis (16/11).
Kegiatan ini berlangsung pada malam hari di Joglo Santrendelik, Kalialang, Semarang.
Diskusi ini menghadirkan 3 pemateri: Lestari Moedirjat (Wakil Ketua MPR RI), Prof. Dr. Alamsyah (Peneliti Ratu Kalinyamat), dan Dr. Eko Haryanto (Peneliti motif ukir Mantingan).
Lestari Moedirjat mengatakan, bahwa sejarah harus kembali diluruskan, karena menurut dia di jurnal ilmiah pun Ratu Kalinyamat diasosiasikan sebagai pelacur keraton.
“Ada sebuah jurnal ilmiah yang hasil penelitiannya mengatakan bahwa, Ratu Kalinyamat selalu diasosiasikan sebagai pelacur keraton.”
Lestari menyebut di pesisir Pantai utara kelompok-kelompok ketoprak memiliki lakon yang bernama Kalinyamat lonte , dan di makam kota gede itu ada satu makam di makam nomor 18 disebut makam Ratu Kalinyamat pelacur Keraton.
“Dari sini sejarah harus kembali diluruskan,” katanya tegas.
Baca Juga:Salat dan Miniatur Kehidupan
Dalam pembuktian penelitiannya, Lestari bahkan mengatakan sempat putus asa. Dia menyatakan dalam penelitiannya harus bisa dipertanggung jawabkan secara akademis, selain itu ia juga harus bisa menggambarkan tokoh Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan yang seperti apa.
“Kepahlawanannya kita tahu bahwa dia membunuh Arya Panangsang, itu legendanya dan karena kedendamannya kepala dan rambutnya dijadikan sebagai keset, dan ini yang menjadikan tantangan bagi kita”, ujarnya.
Baca Juga:Aldhania Uswatun Hasanah Berhasil menjadi Wisudawan Terbaik FDK Tanpa Skripsi
Selanjutnya pada materi kedua, Alamsyah mengatakan Ratu Kalinyamat merupakan tokoh historis bukan tokoh fiktif.
“Memang didalam sumber primer secara eksplisit tidak disebutkan tentang Ratu Kalinyamat, yang disebutkan adalah Ratu dari Jepara historiografi tradisional itu berbunyi Ratu Kalinyamat pada periode yang cocok dengan catatan Portugis”.
Alamsyah juga menambahkan, bahwa Ketika bicara Demak tahun 1500-1570 an, kemudian catatan dari orang-orang Portugis yang hampir sama pada tahun 1540-1570an. Maka disimpulkan bahwa Ratu Kalinyamat merupakan tokoh historis.
“Ratu Kalinyamat bukanlah tokoh fiktif tapi tokoh historis yang mempunyai peran penting, dia adalah pejuang anti kolonialisme Portugis”, ujarnya.
Baca Juga:Jeritan Keadilan Korban Tragedi Kanjuruhan
Senada dengan keduanya, Eko Haryanto mengungkapkan bahwa Ratu Kalinyamat berperan sebagai koordinator yang menggagas seluruh pekerja di Jepara saat itu.
“Saya melihat bahwa peran beliau ini adalah sebagai koordinator atau konseptor, jadi beliau punya pemikiran-pemikiran yang mengilhami seluruh pekerja untuk menggagas, ini pokok pikiran orang-orang hebat. Pada intinya tanpa ide tidak akan ada karya, jadi hasil pikir lah yang menghasilkan karya,” ujarnya.
Diskusi ini berlangsung ramai dan antusias. Azar salah satu pengunjung Santrendelik, mengaku bangga dengan sejarah Ratu Kalinyamat.
“Saya sangat berterima kasih kepada para ilmuan sejarawan, yang dapat memberikan kita validasi sebuah perjalanan historis dengan menggali fakta-fakta, dan membuktikan cerita-cerita itu bukan hanya sekedar dongeng. Tetapi suatu kebanggaan yang bukan hanya milik orang jepara, melainkan seluruh indonesia”, ujarnya.
Reporter: Abdul Fatah
Editor: Haqqi Idral