SEMARANG, LPMMISSI.COM – Puisi tentang kritikan karya Peri Sandi, Sastrawan Indonesia sampai saat ini belum ada yang dibanned. Hal itu disampaikan langsung oleh Peri dalam acara Talkshow Kepenulisan Communication Festival (Comfest) yang digelar di Auditorium 1 UIN Walisongo Semarang, Kamis (27/10).
Dalam acara yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu, Peri mengungkapkan salah satu alasan dirinya gemar menulis puisi lantaran penggunaan metafora dan diksi.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, diksi membuat sesuatu yang seolah-olah langsung, tetapi tidak langsung atau bermakna ganda.
“Puisi itu berbeda dengan bicara seperti biasa karena dalam puisi ada prisma dan metafora,” kata Peri.
Dalam proses pembuatan puisinya yang berjudul Mata Luka Sengkon Karta, Peri mengunjungi perpustakaan untuk melihat majalah dan koran-koran yang terbit pada tahun 80-an dan mengakses hal yang berkaitan dengan Sengkon Karta. Kemudian ia datang langsung ke tempat kasus itu terjadi yakni di Bojongsari.
Peri pun mencontohkan bagaimana menganalisis kasus. Salah satunya dengan kasus Kajuruhan. Ia tidak langsung membicarakan tentang korbannya, akan tetapi membreak down terlebih dahulu organisasi yang menangani sepak bola atau olahraga.
“Setelah itu, baru kemudian bisa membidik kesuksesan dan kegagalan dalam penyelenggaraannya. Termasuk bagaimana cara mengamankan seseorangnya,” tambahnya.
Ia berpesan bahwa kita mesti membuat suatu karya, baik film atau apapun itu. Karena baginya karya adalah sarana untuk bertukar pikiran.
“Saya ingin mempunyai umur yang panjang agar bisa membaktikan diri saya,” tandasnya.
Di akhir acara Talk Show Kepenulisan, Peri Sandi membacakan dua puisi dengan gaya khasnya.
Reporter : Lina Hanifati Atika
Editor: Nastaufika Firdausy