UIN Walisongo memiliki julukan kampus hijau. Bisa jadi julukan itu dari almamater mahasiswa atau gedung dan ornamen lainnya yang berwarna hijau. Sejak Keputusan Rektor Nomor 91 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Kampus Ramah Lingkungan UIN Walisongo tertandatangani tanggal 2 September 2019, label kampus hijau tampaknya bukan hanya sekadar warna almamater atau gedung tetapi sebagai kampus ramah lingkungan.
Berbagai cara dilakukan untuk membranding UIN Walisongo dengan label We Green dan Smart and Green Campus. Giat tersebut semakin masif dilakukan. Terutama melalui media sosial.
Misalnya pada unggahan gambar di akun resmi UIN Walisongo terdapat logo We Green. Tak hanya itu, melalui kanal YouTube UIN Walisongo melakukan kampanye ramah lingkungan dengan judul “Green Transportation di UIN Walisongo.” Video berdurasi kurang dari lima menit tersebut mengajak civitas akademika UIN Walisongo menggunakan transportasi ramah lingkungan seperti mobil golf yang disediakan kampus, sepeda, sepeda listrik, maupun berjalan kaki. Tak hanya itu, video tersebut menampilkan mahasiswa UIN Walisongo menggunakan tumbler dan tas jinjing.
Melalui media sosial pula mahasiswa dituntut mengampanyekan We Green dengan membuat konten bertema We Green sebagai salah satu program wajib Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa pun diajak turut serta melalui Duta Lingkungan UIN Walisongo dan Kelompok Studi Lingkungan.
Secara fisik pun UIN Walisongo membangun beberapa fasilitas untuk menunjang program We Green. Misalnya adanya tong sampah yang dikelompok berdasarkan jenis, tempat pengumpulan botol bekas, Omah Pit, lubang biopori, Rumah Pengolahan Limbah, mobil golf, sepeda, sepeda listrik, perbaikan pedestrian, poster, dan petunjuk untuk ramah lingkungan.
Dari semua itu, tampaknya UIN Walisongo memang sudah siap menjalankan We Green. Sudah mulai mewujudkan secara fisik sesuai Keputusan Rektor Nomor 91 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Kampus Ramah Lingkungan UIN Walisongo. Namun, masalahnya kini ialah kesadaran para civitas akademika UIN Walisongo, sosialisasi, serta memaksimalkan penggunaan fasilitas dalam pelaksanaan We Green.
Kesadaran
Berbagai fasilitas We Green yang telah disediakan mungkin belum begitu memadai karena belum seimbang dengan yang akan memanfaatkan dan sosialisasi bagaimana penggunaannya. Selain itu, ada hal yang lebih penting, yaitu kesadaran tiap individu. Sebab bila tidak ada kesadaran menyoal lingkungan, fasilitas yang ada tentu tidak bisa berdampak banyak .
Masalah We Green bukan hanya sekadar pengelolaan limbah dan penghijauan lingkungan tetapi juga masalah penghematan energi. Berdasarkan Keputusan Rektor Nomor 91 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Kampus Ramah Lingkungan UIN Walisongo Pasal 5 ayat (3) memerinci hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjaga efektivitas dan efisiensi penggunaan energi listrik.
Ada beberapa poin yang sepele namun tampaknya diremehkan oleh civitas akademika, seperti menyalakan AC tidak dengan suhu 22-27°C; mematikan lampu, kipas, AC, dan perangkat elektronik yang tidak digunakan; dan mencabut stop kontak yang tidak digunakan. Ketiga hal tersebut tentu yang mengoperasikan ialah mahasiswa maupun tenaga pendidik yang menggunakan ruang kelas atau ruang yang setiap kali digunakan. Jika tiga hal tersebut bisa saja menghemat penggunaan listrik dan perawatan peralatan kelistrikan.
Hal berikutnya ialah transportasi. Transportasi untuk melakukan mobilisasi saat ini mungkin kita akan lebih memilih kendaraan pribadi, terutama kendaraan bermotor. Hal ini karena lebih leluasa ketika ke mana pun dan kapan pun. Kita tidak terburu-buru pada jam oprasional angkutan massa. Selain itu, mengendarai kendaraan bermotor pun tidak begitu melelahkan bagi tubuh.
Berdasarkan keputusan rektor tersebut, UIN Walisongo mendukung pemakaian kendaraan yang menggunakan sumber energi ramah lingkungan. UIN Walisongo berupaya dengan menyediakan transportasi massal dan sepeda untuk mobilitas di lingkungan kampus. Pedestrian di UIN Walisongo pun secara fisik sudah cukup nyaman bagi pejalan kaki. Namun, berapa banyak civitas akademika yang menggunakan transportasi tersebut? Tampaknya belum banyak dan lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
Upaya Pengurangan dan Pengelolaan Limbah
Jika ditelisik Keputusan Rektor Nomor 91 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Kampus Ramah Lingkungan UIN Walisongo Pasal 6 hingga 13 perlu pemahaman civitas akademika agar pengelolaan sampah dapat berjalan secara maksimal.
Di berbagai sudut UIN Walisongo, terdapat tempat sampah yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Namun, sayangnya tempat sampah yang memudahkan untuk mengelola sampah tersebut tetap di isi berbagai jenis di tempat yang sama.
Tak hanya itu, Pasal 13 ayat (3) mengatakan, “Unit dan fakultas wajib melakukan upaya pengurangan sampah dengan cara pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah.” Namun, hal ini belum berjalan secara maksimal. Dalam berbagai kegiatan kampus baik yang diadakan UIN Walisongo sebagai lembaga maupun kegiatan mahasiswa masih ditemukan penggunaan bungkus makanan atau minuman sekali pakai. Selain itu, beberapa penjual di Food Court di UIN Walisongo masih menggunakan hal yang sama. Pertanyaannya “apakah limbah yang dihasilkan dipilah dan di daur ulang?”
Anak Muda Sebenarnya Peduli Lingkungan
Hasil kajian yang dilakukan oleh Aulia Dwi Nastiti dan Geger Riyanto yang berjudul “Anak Muda dan Aksi Iklim: Peran Media Sosial dan Komunitas dalam Mendorong Aktivisme Lingkungan” menunjukkan hasil yang perlu disambut baik. Pasalnya mayoritas anak muda yang menjadi sampel studi tidak hanya memiliki kesadaran mengenai perubahan iklim, tetapi juga kesediaan untuk terlibat upaya mitigasinya. Sekitar 70-80% responden telah berpartisipasi dalam bentuk melakukan praktik konsumsi ramah lingkungan. Meskipun bentuk partisipasi ini cenderung tidak terorganisir dan dilakukan di ruang keseharian, rata-rata responden telah melakukannya secara rutin.
Kabar baik lainnya adalah tingkat partisipasi lewat jalan aktivisme lingkungan juga telah dilakukan lebih dari 50% responden, dalam bentuk mengikuti kampanye, menandatangani petisi, dan memberikan donasi. Walaupun tingkat partisipasi untuk dua bentuk aktivisme lainnya, yaitu protes dan audiensi, masih kurang dari 30%, setidaknya sebagian responden yang belum pernah melakukannya menyatakan mereka bersedia.
Sehingga UIN Walisongo yang memiliki program We Green dengan fasilitas yang ada dan para kaum muda yang menjadi bagian civitas akademika UIN Walisongo perlu mewujudkannya dalam aksi nyata. Sebab jika yang dilakukan hanya sekadar sosialisasi, kampanye, dan formalitas. UIN Walisongo sebagai kampus hijau dengan tagline Smart and Green Campus hanya akan menjadi sebuah slogan.
Penulis: Muhammad Irfan Habibi
Editor: Ihsanul Fikri