Connect with us

esai

Apakah Perkembangan Pikiran Ini Salah?

Published

on

Ilustrasi esai "Apakah Perkembangan Ini Salah?" (doc. iStock/ metamorworks)
Ilustrasi esai "Apakah Perkembangan Ini Salah?" (doc. iStock/ metamorworks)

Dahulu, di zaman para sahabat, apa yang diungkapkan Nabi cukup menjadi tolak ukur kebenaran. Hanya dengan قال الله تعالى atau قال رسول الله sudah bisa membuat sahabat-sahabat patuh. Ketaatan yang mencerminkan sami’na wa atho’na (kamu mendengarkan dan kami taat).

Zaman kemudian berkembang, di mana filsafat tumbuh dan mulai masuk ke dalam ranah agama, membuat dalil naqli yang berupa Al-Qur’an dan Sunnah tidak lagi dianggap cukup. Kebanyakan orang baru puas ketika mendapat dalil yang disertai alasan logis dan masuk akal. Akhirnya, ulama’-ulama’ mulai menjelaskan agama Islam dengan dalil-dalil aqli.

Akan tetapi, perkembangan zaman terus berlanjut hingga dalil naqli maupun aqli masih belum cukup. Muncul tuntutan supaya agama dapat dilihat mata kepala sendiri, serta mampu dibuktikan dengan dalil empiris.

Ibnu Taimiyah misalnya, sering menafsirkan ayat-ayat fenomena alam melalui pendekatan tekstual, menolak bahwa akal deduktif abstrak lebih unggul daripada pengetahuan yang bersumber dari fitrah, wahyu, dan bukti empirik.

Alih-alih menggunakan tafsiran filsafat yang memaksakan konsep asing, Ibnu Taimiyah mengembangkan konsep fitrah sebagai dasar pengetahuan manusia dan menggunakan itu untuk menilai klaim-klaim rasionalistis.

Akhirnya tuntutan terjawab berkat sains yang meningkat pesat, ditambah dengan media yang semakin mudah dijangkau oleh hampir semua kalangan.

Penemuan-penemuan sains apabila ditelaah ternyata relevan dengan tafsir dalam Al-Qur’an, kalam luar biasa dari Allah subhanahu wa ta’ala, pedoman umat Islam hingga akhir zaman, yang tidak akan mungkin lekang di zaman manapun.

Hubungan ayat Al-Qur’an dengan sains dapat dianalisis dalam banyak dimensi (kisah, kosmologi, biologi, geologi, meteorologi, sosiologi, zoologi, dsb.), yang apabila setiap ayat dan topik dihitung, jumlahnya mencapai puluhan dan bersifat tematik. Rincinya Kalamullah termuat dalam ayat pertama surah Hud ayat 1.

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,”

Selat Gibraltar yang menghubungkan Lautan Mediterania dan Samudera Atlantik, yang tidak bisa bersatu karena karakteristik. Mulai dari suhu air, kadar garam, dan kerapatannya yang berbeda. Fenomena ini sudah ada di dalam Al-Qur’an surah Ar-Rahman ayat 19-20.

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيٰنِۙ ۝١٩

“Dia membiarkan dua laut (tawar dan asin) bertemu.”

بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيٰنِۚ ۝٢٠

“Di antara keduanya ada pembatas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.”

Ada pula temuan dari ahli geologi asal Rusia, Anatol Sbagovich, bersama Ilmuwan Amerika, Yuri Bagdanov, yang meneliti kerak bumi dan patahannya di dasar laut lepas Pantai Miami. Di sana, mereka menemukan lava cair yang mengalir diserta abu vulkanik. Suhu dari lava tersebut mencapai 231 derajat Celsius meski di bawah lautan. Ternyata, fakta ini juga telah disebutkan Al-Qur’an berabad-abad silam dalam surah At-Tur ayat 6,

وَالْبَحْرِ الْمَسْجُوْرِۙ ۝٦

“Dan demi lautan yang dipanaskan (di dalamnya ada api).”

Jika diteliti lebih jauh, masih banyak lagi perkembangan sains yang sesuai dengan tafsir Al-Qur’an. Seperti garis edar tata surya yang sesuai Qur’an surah Al-Anbiya’ ayat 33; Ledakan Bing Bang yang diyakini menjadi peristiwa terciptanya tata surya yang juga telah dijelaskan juga dalam Quran surah Al-Anbiya’ ayat 30; terbentuknya air hujan mulai dari evaporasi, transpirasi, kondensasi, prestisipasi yang sudah termaktub dalam Quran Surah Ar-Rum ayat 48-49; Sungai di dasar laut dalam Al-Furqan ayat 53; dan masih banyak lagi lainnya. Yang mungkin saat ini, sudah semakin bertambah disadari.

Sayang sekali, zaman terus berkembang, begitu pula dengan pemikiran dan keserakahan manusia. Modernisasi membuat semua serba mudah, ekonomi menjadi perhatian utama hampir setiap insan.

Manusia mulai membingkai segala sesuatu dari sisi ekonomi, apa untungnya? Apakah itu akan membuat ekonominya lebih baik atau tidak? Yang ironinya, tidak sedikit pandangan tersebut juga tertuju pada agama.

Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam surah At-Talaq ayat 2-3,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًاۙ ۝٢

“Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ۝٣

“dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.”

Sayangnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perkembangan pikiran orang-orang akhirnya membuat dalil naqli tidak cukup untuk ‘mengenyangkan’ mereka.

Meskipun untuk sebagian orang, dalil dari Al-Qur’an sudah cukup membuat mereka kembali yakin. Yakin bahwa Allah adalah tuhan yang maha kuasa, berkuasa atas segala hidup mereka. Allah maha pengasih, yang akan senantiasa mengasihi mereka.

Perkembangan akan menilik kembali pada pedoman, kemudian mengingat karakter Al-Qur’an yang universal dan komprehensif, tak heran selalu terbuka diskusi baru atasnya.

Penulis: Muhammad Hasan
Editor: Aisha Veranda K.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *