Komersial atau commercial menurut kamus bermakna memperdagangkan. Istilah yang wajar dalam bidang perniagaan, namun apakah pantas jika istilah tersebut digabungkan dengan kata pendidikan? Seperti halnya komersial pendidikan, apakah dapat diartikan memperdagangkan pendidikan?
Komersial pendidikan dimaknai sebagai sebuah manajemen pendidikan yang menempatkan lembaga pendidikan ke sebuah institusi komersial, dimana lembaga pendidikan tersebut mengimplementasikan prinsip prilaku produsen, dalam literatur ekonomi liberal bertujuan agar produksinya adalah untuk sebuah finansial. Penyebab bisa terjadinya komersial pendidikan karena faktor politik, ekonomi budaya, dan bahkan teknologi.
Dampak dari komersial pendidikan ini bisa membuat biaya pendidikan menjadi lebih mahal. Sehingga masyarakat kalangan bawah tak mampu untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi karena terbatasnya biaya. Hal ini yang dapat menimbulkan sebuah kesenjangan sosial, biaya tak sepadan dengan sarana-prasanara dan juga dapat memperkaya pihak-pihak tertentu.
Polemik komersial pendidikan di Indonesia, saat ini memang menjadi isu hangat untuk diperbincangkan. Kenaikan Uang Kenaikan Tunggal (UKT) di berbagai Kampus, ini menjadi bukti adanya komersial pendidikan di Indonesia.
Beberapa UKT yang ditetapkan sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sangatlah tinggi, bahkan beberapa melebihi uang kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS). Akibatnya, tidak sedikit calon mahasiswa baru (camaba) yang pupus untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Sejak awal tahun 2024 persoalan UKT yang tinggi menjadi fenomena PTN di Indonesia. Beberapa mahasiswa Perguruan Tinggi melakukan unjuk rasa atau demo menuntut UKT yang tinggi.
Seperti halnya yang terjadi pada Institut Teknologi Bandung (ITB) menuntut karena UKT dengan skema pembayaran via pinjaman online yang didalam terdapat bunga, lalu ada kenaikan UKT hingga 100% di Universitas Jendral Soedirman (Unsoed).
Kemudian disusul dengan Kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) bagi mahasiswa baru dan tingginya UKT di Universitas Negeri Semarang (Unnes), mahasiswa protes UKT Universitas Sumatera Utara (USU) yang naik 30%-50%, dan Rektor Universitas Riau (UNRI) melaporkan mahasiswa yang membuat konten video kritik biaya kuliah mahal.
Peran Pemerintah dalam Komersial Pendidikan
Pemerintah dalam komersial pendidikan memiliki peran yang sangat penting, dalam hal ini adalah kebijakan mengenai sistem pendidikan di Indonesia. Kebijakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang terdapat pada Undang-Unang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti).
Dalam kebijakannya PTN-BH, kebebasan dan mandiri dalam mengelola PTN, tetap mendapatkan subsidi pendidikan dari negara meski jumlahnya tidak sebanyak pada sebelum adanya kebijakan ini, dan PTN juga dapat mendapatkan dana dari masyarakat hal ini dimaksudkan dana donasi dari masyarakat luar PTN, terutama dari perusahaan atau seseorang yang ingin berdonasi.
Namun pada pelaksanaannya, PTN-BH di Indonesia belum bisa dikatakan baik dengan pengurangan dana subsidi PTN dan pengelolaan pengumpulan donasi yang masih kurang baik. Hal tersebut dinilai akan berdampak pada uang kuliah mahasiswa dan rawan terhadap kesewenangan lewat uang kuliah. Semua itu telah terbukti adanya, melambung uang kuliah di beberapa PTN di Indonesia saat ini.
“Negara harus hadir, biaya tinggi pendidikan harus diubah murah dan terjangkau oleh masyarakat Indonesia.” Ucap Anies Baswedan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014-2016.
Maka dengan hal ini pemerintah harus turut hadir dan memiliki kewajiban dalam menanggung biaya pendidikan, karena pada dasarnya pengeluaran negara untuk pendidikan akan menjadikan sebagai investasi masa depan bagi bangsa, masyarakat yang terdidik akan membawa bangsa lebih maju.
Sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 alenia keempat “pemerintah Negara Indonesia berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.” dengan demikian negara seharusnya mampu menjamin dalam pendanaan pendidikan.
Oleh karenanya, komersial dalam dunia pendidikan sangatlah tidak lazim. Pendidikan bukanlah barang untuk diperdagangkan, melainkan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara.
Penulis: Rahma Wulan Sari