Foto: Hijriyati Nur Afni |
Menutup tahun 2017 lalu, beberapa kasus pencurian motor terjadi di UIN Walisongo. Seolah tidak cukup sampai di situ, kasus pencurian kembali terjadi sepanjang awal tahun 2018. Mahasiswa merasakan keresahan khususnya bagi pengguna kendaraan bermotor. Mereka dibayangi dengan ketakutan akan keamanan kendaraan mereka. Menanggapi situasi tersebut, pihak UIN lantas berinisiatif memberlakukan suatu sistem keamanan yang dapat mencegah terulangnya pencurian motor di lingkungan kampus atau setidaknya meminimalisir terjadinya kejadian-kejadian tersebut. Barrier gate nampaknya menjadi alternatif yang dipilih oleh pihak UIN.
Barrier gate mulai diterapkan di UIN Walisongo sejak awal Agustus 2018. Barrier gate dipilih karena sistem keamanan ini telah diterapkan di berbagai tempat seperti, di pusat perbelanjaan, dan pintu masuk gedung-gedung perkantoran. Sistem ini bekerja dengan cara mengidentifikasi data yang tersimpan dalam kartu tanda mahasiswa maupun tanda pengenal yang dimiliki oleh dosen dan pegawai staf lain.
Sejak adanya barrier gate tingkat pencurian motor di lingkungan kampus semakin menurun. Pencurian yang semula terjadi lebih dari 4 kali dalam dua bulan kini hanya pernah terjadi sekali sejak dipasangnya barrier gate. Namun dibalik keberhasilan pemasangan barrier gate ada saja tanggapan –tanggapan dari berbagai pihak baik pro maupun kontra dengan kebijakan tersebut. Pada akhirnya kebijakan barrier gate di lingkungan kampus UIN Walisongo tidak luput menjadi sebuah kontroversi.
Beberapa keluh kesah terlebih dari pihak mahasiswa. merasa, adanya barrier gate menimbulkan antrian yang panjang pada saat keluar maupun masuk kampus, terlebih saat kuliah. Seperti yang dirasakan oleh Fadillah, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Beberapa kali saat dirinya mengikuti kuliah pagi antrian panjang sering dialaminya, sehingga tak jarang dirinya selalu telat di jam kuliah pagi.
Selain itu, ia juga mengeluhkan tentang penjagaan barrier gate yang ketentuannya berubah-ubah. Terkadang sistem penjagaan amat ketat hingga mahasiswa harus menyerahkan semua bukti kepemilikan kendaraan bermotor, namun di waktu lain penjaganya juga sangat acuh.
Keluhan lain yakni tentang parkir yang ditetapkan berbayar, meski pada dasarnya pihak kampus tidak memungut biaya parkir bagi mahasiswa dengan syarat menunjukkan kartu parkir atau kartu mahasiswanya. Namun bagi mahasiswa pengguna ojek online, hal ini tentu sangat berdampak. Sebab mereka harus mengeluarkan dana lebih sebab kebijakan parkir tersebut.
Di balik berbagai kontroversinya, kenyataannya barrier gate cukup efisien dalam menambahkan keamanan kendaraan bermotor di kampus UIN Walisongo. Hal tersebut diakui oleh koordinator lapangan bagian keamanan UIN Walisongo Sutarman. Meskipun semenjak pemasangan barrier gate pernah terjadi kasus curanmor sekali, namun kejadian tersebut bukan karena lemahnya sistem barrier gate akan tetapi karena kelalaiannya dan miss communication antara pihaknya dan pihak pengembang yang sedang membangun beberapa gedung baru di UIN Walisongo.
Salah satu gerbang kampus yang belum terpasang barrier gate, menurut Sutarman hal itulah yang menjadi celah yang digunakan pencuri motor. Penyebab gerbang itu tidak dipasangi barrier gate karena digunakan untuk akses keluar masuk kendaraan yang memuat bahan bangunan gedung baru.
“Setelah kejadian tersebut, alhamdulillah tidak ada curanmor lagi. Patroli kami lakukan betul-betul, dan selalu mewaspadai yang bukan karyawan proyek jangan sampai lolos,” ungkapnya.
Menghindari adanya antrian panjang hingga jalan raya, Sutarman menginstruksikan kepada anggotanya untuk membuka palang, sehingga kemacetan pada jam padat kuliah bisa teratasi, setelah itu baru sistem dikembalikan seperti semula.
Saat ditanya apakah hal tersebut tidak melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) ia mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan demi keselamatan pengguna kendaraan serta agar tidak mengganggu arus lalu lintas di jalan raya. Sebagai gantinya ia menginstruksikan kepada anggotanya agar memperketat keamanan di pintu keluar.
“Yang penting kita usahakan jangan sampai melebar ke jalan raya, karena kalau sampai jalan raya itu kan bahaya nantinya,” ujarnya.
Hal itulah yang menjadi penyebab disitanya KTM yang digunakan oleh selain pemiliknya, serta tidak menunjukkan Surat Tanda Nomor kendaraan (STNK). KTM disita sebagai jaminan sampai yang bersangkutan menunjukkan STNK motor yang dibawa.
Berbeda dengan Sutarman, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Mahin Arnanto mengatakan fenomena antian panjang barrier gate ini justru memberikan dampak positif bagi mahasiswa. Sehingga mahasiswa lebih bisa memanfaatkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan positif di dalam kampus.
“Kita hanya belum terbiasa dengan sistem itu. Justru celah seperti ini menjadi hal positif, semisal mahasiswa biasanya kan habis kuliah langsung pulang. Nah, dengan itu kan jadi males pulang. Jadi bisa lari ke perpustakaan, diskusi atau sebagainya,” jelasnya.
Namun, disamping itu ia menegaskan selalu berupaya mengevaluasi kebijakan yang menimbulkan permasalahan, termasuk penahanan KTM, mesin barrier gate yang sering error hingga antrian panjang keluar kampus yang belum terpecahkan solusinya.
Menanggapi persoalan antrian panjang masuk maupun keluar kampus akibat kebijakan barrier gate. Kepala Biro Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan (AUPK) Priyono mengatakan, telah melakukan upaya perbaikan dan checking system untuk mengurangi antrian panjang.
Ia menjelaskan, permasalahan antrian panjang tersebut juga dipicu oleh macetnya alat barrier gate secara tiba-tiba. Kemacetan alat barrier gate ini disebabkan tempat server utama yang terlalu jauh dan air yang masuk ke dalam alat.
“Server utama terletak di kampus satu, sedangkan cabang yang lain terletak di kampus dua dan tiga, untuk itu kami meminta pihak pengelolanya untuk memasang alat super optic dan atap untuk melindungi dari air hujan, ” ujarnya.
Menurut paparannya, rencana pembangunan barrier gate telah dirancang cukup lama. Namun, karena seringnya terjadi kehilangan kendaraan dan helm, akhirnya pihak universitas memutuskan untuk membangun barrier gate pada bulan Juni.
Tarif dan Alokasi Dana
Sejak barrier gate dipasang, pihak kampus memberlakukan tarif yang tidak memiliki kartu parkir. Priyono menjelaskan pengadaan tarif ini merupakan hasil studi banding dengan beberapa instansi yang juga menggunakan barrier gate, serta telah sesuai dengan peraturan menteri keuangan.
“Tentang tarif itu, sudah ada SK Rektornya. Dan ada yang namanya Keputusan Menteri Keuangan yaitu tarif delegasi. Terserah UIN untuk memberikan tarif, tapi ada syaratnya dan tidak bisa semau kita,” jelasnya.
Jumlah tarif yang ditetapkan berbeda setiap kendaraan, untuk kendaraan beroda dua dikenakan biaya 1000 rupiah, untuk mobil 3000 rupiah, dan truk atau bis 5000 rupiah. Tarif ini hanya diterapkan pada pengendara luar civitas akademika. Sedangkan setiap mahasiswa diberikan kartu parkir berupa kartu tanda mahasiswa (KTM) agar tidak dikenakan biaya.
Hasil pemasukan uang pembayaran parkir nantinya akan di serahkan kepada pihak Badan Layanan Umum (BLU). Sepanjang diterapkannya tarif barrier gate mulai dari bulan Oktober, banyaknya pendapatan dipicu oleh seringnya event yang diselenggarakan.
Pendapatan bulan oktober misalnya, dapat mencapai 30 juta dalam kurun waktu satu bulan karena adanya bebrapa event besar yang salah satunya menghadirkan Sheila on 7. Tidak jauh berbeda dengan bulan sebelumnya, pendapatan November menyentuh angka 29 juta rupiah.
BLU sendiri sebelumnya memperoleh pemasukan murni dari persewaan fasilitas yang tersedia di setiap fakultas. Priyono menyatakan BLU tidak menerima pemasukan dari pemerintah karena dana dari pemerintah sudah ada sendiri.
Baca juga: Menilik Kebijakan Baru Benchmarking
“Jadi kalau BLU bagi hasil (dengan pemerintah) bagus memang, tapi ya, kalau memang kita sendiri pas-pas an ya kita jadi was-was. Jadi kita diminta (oleh pemerintah) “ya sudah itu kan ada fasilitas persewaan sendiri jadi ya sana tanggung jawab (perawatan fasilitas)”. Jadinya mereka (pemerintah) menargetkan tiap fakultas yang mempunyai fasilitas seperti manasik dan laboratorium untuk disewakan. Itu nantinya jadi pendapatan BLU, jadinya kita geserkan ke BLU dari fakultas, misal nanti di fakultas itu ada kegiatan, nah dana itu nanti untuk membantu kegiatan-kegiatan fakultas. Ketika dakwah menargetkan pendapatannya 100 juta lalu dakwah merencanakan kegiatan dalam 1 tahun dengan dana 100 juta , itu ya saya tidak boleh, harus ada margin error. Karena belum tentu mencapai target pendapatan,” tuturnya.
Saat disinggung mengenai pengelolaan dana parkir, Priyono menjelaskan bahwasannya dana tersebut dimanfaatkan untuk perawatan fasilitas. Selain itu dana tersebut juga dimanfaatkan untuk kegiatan dan tenaga honorer termasuk karyawan BLU sendiri.
Kru yang bertugas
Reporter: Aini Irmadana(koor), Sakti CU, Mela Fauziah, Nur Lita
Penulis: Aini Irmadana, Mela Fauziah
Editor: Litbang LPM MISSI