Kau buat ku percaya ketulusan cinta, seakan kisah sempurna kan tiba…
Kelopak mata itu bergerak sesekali mengerjap sebelum akhirnya terbuka. Untuk beberapa saat yang terasa lama terdengar helaan napas yang berat. Dengan perlahan gadis itu menyibak selimut yang mendekap tubuhnya semalaman.
Masih jelas teringat pelukanmu yang hangat seakan semua tak mungkin menghilang…
Kembali lagu itu menelusup ke gendang telinganya, tiba-tiba sekeping kejadian terbayang olehnya. “Adrian, Awaaaaaassssss!! Aaaaaa….! Brukkk!!” Gadis itu menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Mendesah dalam hati mengapa kejadian itu tak sekalipun absen menghantui hari-harinya.
Patah-patah dia bangkit dari tempat tidur lalu membuka pintu kamarnya. Dengan langkah lesu gadis itu berjalan menuju kamar mandi, ia bahkan tak menyahut saat teman satu kontrakkannya menyapa. Berusaha acuh sembari menulikan pendengarannya dari sumber suara yang sedari tadi membuatnya gundah.
Mengapa masih ada sisa rasa di dada disaat kau pergi begitu saja….
Buru-buru dia memutar keran air, berharap tidak mendengar lagi senandung itu, lagu yang sama sebelum peristiwa tragis itu merenggut nyawa Adrian, kekasihnya.
****
Pemakaman
Panas matahari begitu menyengat kulit siang ini, namun tak sedikitpu menggoyahkan langkah gadis yang berjalan perlahan-lahan melewati nisan yang berjajar sepanjang ia berjalan.
Langkahnya terhenti di sebuah nisan bertuliskan Adrian Pradana. Sejenak ia termangu menatap, lantas meletakkan karangan bunga yang telah dibawanya. “Aku datang Dri, kamu baik, kan disana? Aku,, aku kangen kamu dri, sangat.” Bahu gadis itu bergetar, dirinya terisak.
Untuk beberapa lama ia masih terpaku pada pusara dihadapannya, kemudian bangkit, menatap sekeliling mendapati ada banyak sekali karangan bunga. Beberapa terlihat mulai layu dan mengering. Hal itu menunjukkan gadia manis ini hampir setiap hari datang menyapa kekasihnya.Tanpa ia sadari seseorang memperhatikan dari kejauhan dengan sengaja menyamarkan keberadaannya.
****
Tiga Hari Kemudian
“Key, kamu udah nunggu lama ya? aduh maaf ya.” Seseorang menepuk bahu seorang gadis manis
“Enggak kok, palingan baru lima menitan,” ujar perempuan bernama Key dengan ekspresisulit diartikan.
“Duh sorry ya,”
“Iya nggak papa santai aja.”
“O, ya. Nih kuncinya. Duluan ya, kudu nyari buku refernensi nih” cerocos perempuan di depannya sembari sibuk memasukkan gawai ke dalam tas ranselnya. Keyla terlihat geli dengan kerepotan temannya, seulas senyum tercetak di bibirnya yang manis. Sekali lagi tanpa ia sadari seseorang tengah memperhatikannya dari jarak beberapa meter.
***
Satu Minggu Kemudian
Suasana cafe terlihat ramai, satu dua orang berjalan memasuki cafe sembari melirik kanan-kiri berusaha mencari tempat kosong yang nyaman. Seorang perempuan melenggang begitu saja tanpa melihat kanan-kiri seolah ia terbiasa berada di tempat tersebut.
Ia lantas meletakkan bawaannya, memposisikan dirinya nyaman di salah satu kursi, tiba-tiba seorang waiter dengan nampan berjalan ke arahnya, meletakkan beberapa menu dihadapannya. Denga bingung perempuan itu bertanya, “maaf Mbak, itu pesanan siapa? Saya kan belum pesan apa-apa” Ujarnya heran.
“Maaf kak, ini untuk tamu yang duduk disini, dia sedang ke kamar kecil sebentar,” jawah waiters itu dengan sopan.
Gadis itu hanya ber-oh menanggapinya.
“Kakak mau pesan seperti biasa atau yang lainnya?” Tanya waiters yang berdiri menghadapnya.
“Yang biasanya aja Mbak” Ujarnya.
Setelah beberapa menit berlalu seorang laki-laki berjalan kemudian duduk tepat di depan perempuan tersebut. Sesaat keduanya saling tatap namun dengan segera perempuan itu mengalihkan pandangannya. Sejenak kemudian laki-laki itu memecah kebisuan di antara keduanya.
“Angga,” ucapnya sembari menyodorkan tangan.
“Keyla,” jawab perempuan itu enggan.
“Kayaknya aku pernah lihat kamu deh sebelumnya, dimana ya?” Seru laki-laki itu sembari berpikir. Keyla terdiam tanpa berniat menanggapu.
“Ah! aku ingat, daerah pemakaman. Iya, di sekitar situ,” serunya antusias. Perempuan itu mengangkat wajahnya dengan penasaran. Tanpa diminta Angga menceritakan bagaimana, kapan ia melihat gadis manis itu, ia mengaku tidak hanya sesekali melihatnya .
Keyla mengerutkan kening, ia mulai memperhatikan sosok di hadapannya kini. Anehnya dirinya tak sekalipun merasa pernah berpapasan laki-laki ini di sekitar daerah yang ia sebutkan. Angga berusaha meyakinkan Keyla “Maaf nih sebelumnya, kalau boleh tahu makam siapa sih yang kamu datangin hampir tiap hari itu?” “Bukan urusanmu!” Jawab Keyla ketus.
“Okey, memang bukan urusanku tapi kalau boleh ngomong, sebaiknya kamu belajar buat mengikhlaskan orang yang sudah pergi dengan tenang, menangisinya setiap hari tidak akan merubah apapun. Tidak pula membuatnya kembali lagi.”
“Apa hakmu ngomong kayak gitu! Kamu nggak tau apa-apa ya, nggak usah sok menggurui aku!” Perempuan itu sontak berdiri menatap tajam laki-laki di depannya, dengan amarah membuncah dirinya lantas keluar dari cafe tersebut. Waiters yang membawakan pesanan Keyla berdiri kebingungan mendapati gadis itu yang berlalu begitu saja.
****
Dua sejoli tampak begitu bahagia, tersungging senyum dari keduanya seolah tak ada siapapun yang dapat mengganggu kebahagiaan mereka.
“Eh sini dong tangannya, dua-duanya,” seru sang perempuan.
“Mau ngapain sih, key?” Protes laki-laki di sampingya sembari tetap menyodorkan tangannya.
“Aku punya permainan”
“Maksudnya?” Sahut laki-laki tak mengerti.
“Misalnya kan gini, jari aku di gabung sama jari kamu kan totalnya ada dua puluh nih, nah di angka dua puluh ini kan huruf s, maka kita buat kalimat dari huruf s tersebut, gimana paham kan, Dri?” Jelas perempuan itu sambil menatap wajah kekasihnya.
“Hmm, iya paham.” Jawabnya singkat.
“Oke deh, mulai ya?” Ucap Keyla antusias.
“Ya.”
“Kok ya doang, katanya paham. ayo bikin.”
“Eh, bentar deh, aku mau ambil sesuatu di mobil, udah hampir seharian loh duduk disini kamu nggak capek apa, nggak laper?”
“Nggak, nggak, nggak boleh. Bikin dulu, baru boleh pergi.” Adrian tertawa melihat ekspresi lucu kekasihnya. “Oke, tadi huruf s ya? Sayang, kamu laper nggak?”
Sekali lagi Adrian tertawa karena perempuannya memanyunkan bibir. “lucu”
Keyla memukuli main-main sosok yang membuatnya kesal kali ini, dirinya jatuh cinta berkali-kali pada Adrian. Saat dirinya sedang menikmati momen itu, suara weker membangunkannya.
Sial!
Kenangan itu sekali lagi mampir di tidurnya. Saat terakhir dirinya menikmati waktu bersama kekasihnya, Adrian. Ia benci.
“Tuhan, kenapa engkau ambil dia dariku di saat semua terasa begitu manis begitu indah. Aku tidak bisa tanpanya!” Untuk kesekian kali Keyla terisak, meratap pilu.
“Menangisinya setiap hari tidak akan merubah apapun. Tidak pula membuatnya kembali lagi.” “Persetan! Dia tidak tahu apa-apa, dia nggak pernah ngerasain ditinggal mati orang yang dia sayangi, gampang saja laki-laki itu ngomong kayak gitu.” Ujarnya frustasi.
Entah bagaimana omongan laki-laki yang ia jumpai di cafe langganannya bersama Adrian melintas begitu saja. Sebenarnya apa yang terjadi akhir-akhir ini sangat aneh, setelah pertemuan pertamanya seakan semesta sengaja mempertemukan dia dengan laki-laki bermulut tajam. Seolah lelaki itu memang sengaja mengikutinya, tapi mengapa?
Pemandangan berganti ke pusara milik Adrian, sekali lagi Keyla menyambangi makam kekasihnya. Tiba-tiba lelaki aneh itu sudah duduk di sampingnya, ia menatap sejenak nisan Adrian sambil menggumamkan namanya.
Rasanya Keyla ingin sekali menghajar laki-laki itu, namun Keyla selalu terbungkam saat mendengar kalimat yang meluncur dari mulut tajamnya.
Lelaki itu berujar “Saat kamu terus-terusan menangisinya tanpa henti, kamu nyadar nggak sih kalau hal itu sangat menyiksanya, merelakan seseorang yang telah di jemput oleh yang maha kuasa adalah satu-satunya cara untuk membuatnya tenang disana. Apakah dengan dalih tidak rela atas kepergiannya lantas membuat kita terus-terusan bermuram durja seperti itu.
Pergi dari dunia ini bukan merupakan pilihannya, tapi itu ketentuan Tuhan yang harus ia jalani. Jika belum bisa merelakan setidaknya kamu buat dia tenang disana. Lagi pula aku penasaran, saat kamu menangisinya setiap hari sebenarnya siapa sih yang kamu tangisi dia atau diri kamu sendiri?” Angga memang mengungkapkan pelan kalimatnya, tetapi hal itu membuat Keyla terguncang.
Ada bagian dalam hatinya yang teramat sakit. Setting berganti ke dalam kamar Keyla. Mulai berpikir dalam, bagaimana menyakitkan apa yang laki-laki itu katakan memang semuanya benar. Keyla mulai belajar menerima, setidaknya itu dahulu untuk saat ini. Keyla sadar betul hatinya teramat perih, tapi ia mencoba belajar.
“Dri, maafkan aku, semoga kamu tenang disana, semoga aku bisa lalui ini semua. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali. Semoga.”
Penulis: Muhammad Amin Hambali