Baru-baru ini Klinik UIN Walisongo tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial Instagram.
Hal ini tak lepas dari adanya postingan anonim di akun Instagram @pesan_uinws yang mengeluhkan pelayanan Klinik Kampus, Jum’at (29/03) .
Seakan bongkahan gunung es, postingan tersebut panen komentar negatif dari para mahasiswa yang pernah mendapat pelayanan kurang menyenangkan di klinik tersebut.
Di antara banyaknya komentar negatif, kebanyakan mahasiswa mengeluhkan perihal antrean yang lama, pelayanan kurang ramah, hingga jam istirahat yang tidak jelas.
Diketahui, klinik yang terletak di Kampus 1, lebih tepatnya di sisi kiri dari gerbang utama ini melayani pasien dari mahasiswa UIN hingga masyarakat umum.
Keluhan Mahasiswa
Mahasiswa UIN Walisongo, MM (samaran) mengaku sudah menggunakan fasilitas klinik kampus sejak mahasiswa baru (maba). MM biasa berobat ke klinik kampus ketika sakit demam, radang tenggorokan, dan ruam di kulit.
MM menuturkan bahwa terkahir kali berobat ke klinik kampus sekitar 2 bulan yang lalu. Namun, kini MM enggan untuk kembali berobat ke Klinik UIN Walisongo.
“Ada 2 pengalaman yang agak kurang di hati. Ketika dulu sakit demam dan saat kena alergi di kulit,” tuturnya.
Baca Juga:Dosen UIN, Sulap Limbah Stopmap Jadi Wayang Plastik
Berdasarkan pengalaman pertama, MM menyebut bahwa resepsionis kurang tanggap. Bahkan ketika MM kesulitan mengisi website pendaftaran, resepsionis malah memberi tanggapan sembari bercanda dengan temannya.
“Setelah mendaftar aku disuruh nunggu, di situ tuh ngak ada pasien cuman aku doang. Tapi nunggunya sampe 45 menit hampir 1 jam,” sambung MM.
Selain itu, MM juga pernah mendapat pengalaman kurang menyenangkan dari dokter umum yang memvonis dirinya agar dilaser ketika alergi kulit.
“Saat itu intinya ada masalah kulit, terus dokternya bilang ‘ih jijik banget anak perempuan kok punya penyakit kulit.’ Padahal setelah ke dokter lain tidak perlu dilaser juga,” sambung MM.
Selain MM, FF (samaran) juga pernah mendapat pelayanan yang kurang menyenangkan dari klinik kampus.
Mahasiswa UIN Walisongo ini menuturkan bahwa dirinya pernah ke klinik kampus ketika menjelang dzuhur untuk periksa mata. Ketika sampai di klinik, FF diminta resepsionis untuk datang kembali setelah jam istitahat (jam 1 siang). Kemudian, FF datang kembali pada setengah 2. Namun, FF tetap masih diminta untuk menunggu karena masih jam istirahat. Tepat pada jam 2, FF kembali ke klinik dan resepsionis lagi-lagi mengatakan masih jam istirahat.
“Padahal jam operasional yang tertempel di depan itu jam 12 sampai 1 siang itu jam istirahat,” tutur FF.
Berdasarkan pengalamannya, kini FF lebih memilih ke klinik lain. FF pun berharap agar pelayanan klinik kampus bisa lebih enjoy lagi.
Adapun YY (samaran), mahasiswa UIN Walisongo, juga mendapat pelayanan yang kurang menyenangkan. YY pernah divonis operasi ketika sakit mata (hordeolum). Akhirnya YY memilih periksa di puskesmas. YY menuturkan di puskesmas dirinya mendapat pelayanan baik dan diberi obat terlebih dahulu.
“Dibilangin kayak gitu sempet nangis juga, soalnya operasi kan sakit, gitu aja pelayanannya, abis itu pulang,” kata YY.
Namun dari segala keluhan mahasiswa tadi, semuanya sepakat bila fasilitas di dalam klinik kampus terbilang cukup baik.
Tanggapan Kepala Klinik Kampus UIN Walisongo
Menanggapi perihal tersebut, kru LPM Missi melakukan wawancara langsung kepada Kepala Klinik UIN Walisongo, Melisa Anggar Fitiani, Senin (2/4).
Melisa menjelaskan bahwa ada perbedaan prosedur pelayanan dulu dan sekarang. Melisa menuturkan bahwa saat ini pasien diharuskan mendaftar melalui situs poliklinik.waliisongo.ac.id untuk berobat di klinik. Adapun regulasi tersebut sudah berlaku sejak Maret 2023.
“Prosedur dulu dan sekarang berbeda. Kalo dulu namanya siapa, ngasih kartu periksa, udah selesai. Tapi sekarang karena kita sudah akreditasi, jadi pasien harus mengisi data di web,” kata Melisa.
Dengan mengunakan website sebagai rekam medis, pihak klinik dapat mengetahui nama pasien dan jadwal layanan secara real time yang tercatat di website.
Baca Juga:Menjadi Wanita yang Dirindukan Surga
“Bisa dilihat di website ini, pelayanan yang kita berikan ngga ada 30 sampai 1 jam,” katanya sambil memperlihatkan website rekam medik.
Atas kejadian ini, Melisa pun menyayangkan sikap mahasiswa yang mengeluhkan keluhannya di media sosial Instagram.
“Padahal klinik sudah memberikan layanan aduan baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui WhatsApp dan Instagram),” sambung Melisa.
Sembari memperlihatkan website klinik kampus, Melisa menyebut bahwa mahasiswa yang berkomentar negatif di akun Instagram @pesan_uinws justru tidak terdaftar di rekam medis Klinik UIN Walisongo.
“Saya sudah mencatat komentar (@pesan_uinws), saya cek di sini (website) banyak yang tidak masuk ke dalam rekam medis,” ucap Melisa.
Menurut Melisa, kendala keterlambatan antrean bisa jadi disebabkan mahasiswa enggan bertanya ketika mengalami kesulitan mengisi formulir, sehingga menyebabkan kesalahpahaman.
Selain itu, banyaknya pasien yang berobat turut menjadi alasan atas lamanya antrean. Melisa mengatakan karyawan klinik hanya berjumlah 10 orang termasuk 2 dokter umum.
“Sehari kalo ramai kita bisa menerima 70 pasien,” ujar Melisa.
Apabila kondisi pasien tidak memungkinkan, pihak klinik akan memberi rujukan ke tempat lain, sambung Melisa.
“Kalo kita ga mampu, kita pasti merujuk ke rumah sakit terdekat,” tuturnya.
Dokter umum tersebut juga mengaku tidak membeda-bedakan kepada pasiennya, baik pasien umum maupun BPJS.
“Saya tidak pernah membeda-bedakan pasien untuk obat, bisa dicek. Masing-masing obatnya saja ada kemasannya,” tutur Melisa.
Melisa berharap agar citra klinik kampus bisa kembali seperti sediakala. Melisa pun meminta dukungan kepada seluruh mahasiswa dalam meningkatkan pelayanan klinik dengan cara yang baik.
“Minta dukungannya dari mahasiswa, kalau ada yang dikeluhkan itu kita punya contact person jangan langsung ke medsos, sampaikan baik-baik ya,” tandas Melisa mengakhiri.
Redaksi