Foto: lpmmissi.com / medium.com |
Merefleksikan makna kartini di zaman now, tentu akan teringat hari bersejarah pada tanggal 21 April. Sebab, kita diajak untuk mengenal jasa Raden Adjeng Kartini dalam mendirikan sekolah wanita sebagai wujud kecintaanya dalam mengabdi untuk bangsa, melalui langkah perjuangan atas simbol empansipasi wanita.
Cita-cita besarnya telah tertuang dalam surat atas disposisi kepada wanita Eropa dalam wujud diadakanya kongres perempuan tahun 1928, sebagai dedikasi terhadap bangsa yang tidak bisa dinilai harganya.
Namun, sejauh perkembangan zaman di era milenial ini, banyak juga yang mengganggap bahwa Kartini telah gagal memperjuangkan emansipasi wanita. Hal ini dikarenakan statusnya hanya sebagai lulusan sekolah di ELS (Europese Lagere School) yang sederajat dengan tamatan Sekolah Dasar (SD). Lantas juga menikah diusia muda dengan Raden Adipati Joyodiningrat, yang merupakan seorang Bupati Rembang dan akhirnya harus gagal dalam melanjutkan beasiswanya.
Kala itu, perjodohan mutlak dilakukan untuk budaya masyarakat Jawa. Kartini tidak pernah menentang atas kehendak orangtuanya. Dirinya tetap menunjukan sikap sopan santun dengan tata krama yang lembut tanpa pernah memaki. Hal ini ditunjukan sebagai bentuk sikap patuh berbakti kepada orang tua, dimana dalam konteks saat ini seharusnya dapat dijadikan contoh sikap teladan atas adab baik yang dilakukanya.
Baca juga: Perempuan dalam Jeratan Undang-Undang
Tak berhenti sampai disini, perjuangan Kartini dalam menunjukan hak-hak wanita terus diperjuangkan dimasa dirinya masih menjadi istri Bupati Rembang. Dirinya mendirikan Sekolah perempuan pertama yang saat ini dikenal sebagai Gedung Pramuka Rembang.
Karena sikap yang ditunjukan Kartini dalam menyikapi perjodohan, kemudian dapat memaknai etika, adab dan kesopanan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pentingnya adab dijadikan simbol ideologi Pancasila tepatnya pada sila ke-dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Tentu hal ini menjadi sangat sakral jika ditentang. Pasalnya, dasar negara Indonesia telah dibuat dan disetujui oleh Presiden pertama Ir. Soekarno beserta para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Andaikan saja, pendidikan wanita tidak diperjuangkan oleh Kartini, mana mungkin generasi sekarang bisa mengenyam pendidikan tanpa ada unsur pembeda dan menerapkan kesetaraan gender. Bahkan dengan ilmu pendidikan, generasi zaman sekarang dapat menjadi harapan anak bangsa untuk dapat melalang buana ke penjuru dunia.
Tentu hal semacam ini perlu diingat, jangan sampai peradaban modern mengantarkan pada hilangnya moral dan adab kesopanan yang dapat berujung pada degradasi menghancurkan segalanya.
Lalu bagaimana merefleksikan dan memaknai Kartini di zaman now ini? Bisakah kita mempertanggungjawaban pada generasi sekarang atas perjuangan emansipasi wanita?
Baca juga: Mengakui dan Mengingkari Martabat Perempuan
Di zaman sekarang generasi muda memiliki garis kesopanan yang menurun dan berada pada stagnan kemunduran amoralitas memberikan ancaman pada pada generasi sekarang. Banyak Kasus sebagai contoh menurunya garis kesopanan.
Seperti kenakalan remaja yang sudah di ambang batas yang wajar. Contohnya terdapat aksi dua remaja pria mengendarai motor beratraksi dengan melindas gundukan-gundukan makam dan terlihat tertawa saat melakukanya.
Kemudian ada juga yang viral di media sosial remaja memperlihatkan pelajar SMA yang sedang berpesta minuman keras.
Telah banyak contoh permasalahan adab seperti diatas, hal ini tentu menjadi tugas kita semua untuk memperbaikinya. Jika tidak dibenahi, dapat menghilangkan nilai luhur apresiasi refleksi sikap kartini di masa kini.
Sebaiknya, di masa yang semakin canggih harus dibarengi dengan etika, adab dan menerapkan sikap kesopanan sedini mungkin di setiap sekolah. Hal ini dimaksudkan agar generasi selanjutnya bisa lebih baik kedepanya, sekaligus dapat mengamalkan apa yang telah tercantum dalam dasar negara kita, yakni Pancasila pada sila ke dua.
Sebab, nilai adab kesopanan pada suatu negara dapat menjadi ciri kearifan lokal yang hakiki di mata dunia, sehingga perjuangan Kartini tetap berada pada stagnan yang masih stabil di zaman sekarang yang terus di dasarkan pada aspek nilai kesopanan yang telah diajarkan sejak dahulu kala.
Oleh: Nabila Nikmatul Laeli