Teruntuk Ibu
Di Lamongan
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Salam kasih untuk Ibu,
Bagaimana kabarnya, Bu? Aku harap Ibu selalu dalam keadaan baik. Bagaimana dengan Ayah, kakak, dan adik di rumah? Hampir tiga bulan aku tidak bertatap muka dengan kalian. Aku mulai terbiasa dengan keadaan di sini. Teman-teman di sini sangat baik. Lingkungannya aman dan makanannya juga terjamin. Jadi mudah untukku beradaptasi. Tapi tetap saja aku merindukan suasana di rumah.
Bu, saat aku menulis surat ini, di sini sedang hujan. Sejak sore tadi aku bergelut dengan selimutku, sungguh dingin. Bahkan sekadar membuat teh untuk penghangat tubuh saja rasannya malas. Aku jadi merindukan saat-saat di rumah bersama Ibu. Saat seperti ini pasti aku sudah dibuatkan teh terbaik oleh Ibu. Tidak jarang, Ibu juga membuat aneka gorengan untuk disajikan bersama teh tersebut. Kenangan itu yang kadang membuatku sedih. Memang di kos ini semuannya nyaman untuk berlindung jika hujan tiba.
Setiap hujan pula aku selalu terbayang dengan kondisi di rumah. Sebab ketika hujan Ibu dan Ayah akan sibuk mengatasi air rembesan hujan yang membuat Ibu bekerja dan kehilangan waktu beristirahat. Ibu dan Ayah selalu bingung mencari cara untuk sekadar menahan air agar tidak masuk rumah. Belum lagi kondisi atap kamar yang bocor membuat kita bergotong-royong menyelamatkan kasur agar tidak terkena air. Kondisi akan lebih parah jika sungai belakang meluap. Membuat Ibu dan Ayah berbobndong-bondong membuat tanggul kecil agar air tidak masuk kerumah kita. Meski saat ini mungkin sudah tak separah itu, tapi tetap saja aku merasa sedih jika mengenang hal itu.
Dulu, mungkin rasa rindu jarang terlintas di benakku. Saat pulang sekolah, aku langsung pergi ke kamar, tanpa sedikitpun menoleh pada Ibu. Hanya ketika lapar saja aku menghampiri Ibu dan bertanya apa yang Ibu masak hari ini. Jika masakannya kurang sesuai dengan keinginanku, langsung kulayangkan protes pada Ibu. Selalu merengek untuk dibuatkan mie instant dan tidak mau memakan masakan yang sudah susah payah Ibu buatkan untukku.
Tapi semenjak aku di asrama saat sekolah menengah pertama. Semuannya terasa berbeda, aku harus makan makanan seadannya baik suka maupun tidak. Peralatan sekolah yang biasannya disiapkan Ibu, harus kupersiapkan sendiri. Hingga ketika di sekolah menengah atas aku sudah terbiasa dengan itu. Walaupun ketika di asrama sebenarnnya bukan benar-benar terpisah dengan Ibu. Karena seminggu sekali selalu pulang.
Saat ini, aku merasa benar-benar sendiri. Bukan karena aku tidak memiliki teman tetapi mencari teman berbagi dari hati ke hati sungguh sulit ditemukan. Aku menyesal ketika dulu masih memiliki kesempatan untuk bertemu Ibu, tidak aku gunakan dengan baik untuk sekadar bercengkrama. Mungkin aku memang tidak bisa terus terang mengungkapkan isi hati, tetapi hanya Ibu yang bisa mengerti apa yang ada di hatiku. Walaupun Ibu tak selalu bisa mendengarkan ceritaku. Karena memang bukan aku saja yang harus diperhatikan, masih ada saudara-saudara yang lain juga yang harus diperhatikan, ibu selalu menyempatkan diri untuk bertanya bagaimana keadaanku ketika melihat aku murung. Saat-saat itulah aku merasa benar-benar rindu sosok Ibu. Kini aku hanya bisa menannyakan kabar menggunakan media pesan maupun telepon. Sesekali melakukan videocall untuk menatap wajah Ibu.
Ibu, aku rindu nasihat-nasihat yang selalu Ibu berikan ketika aku melanggar batas, berbuat kesalahan ketika aku diberi amanah, menangis ketika nilai jelek. Aku rindu kemarahan Ibu ketika aku malas-malasan, juga ketika aku menunda-nunda shalat, malas mengaji di surau. Aku juga sangat rindu suara lirih Ibu ketika melafalkan ayat-ayat Alquran. Mengajarkan aku dan saudara-saudaraku menghafal dan membaca kitab suci itu. Bahkan saat aku kecil sebelum tidur Ibu juga selalu membacakan asmaul husna sebagai pengiring di waktu tidur.
Mungkin masih banyak lagi hal yang tidak bisa kuungkapkan secara detail, tapi dari surat ini sangat mewakili perasaan rinduku pada Ibu. Mulai dari bagaimana Ibu mengasuhku, mengasihiku, dan menasihatiku. Semuannya. Maafkan aku bu, maafkan aku yang belum bisa menjadi anak yang pantas untuk dibanggakan, belum bisa membalas jasa-jasa Ibu selama ini. Maaf selalu menjadi anak yang susah mendengarkan dan susah melaksanakan perintah.
Bu, mungkin beberapa minggu lagi akau akan pulang ke rumah, sebentar lagi aku akan menghadapi ujian akhir semester pertamaku di perkuliahan ini. Doakan aku ya bu, doakan aku agar bisa menjadi sosok yang bisa membanggakan orang tua dan juga bermanfaat bagi orang lain. Setelah itu liburan tiba, membuatku semakin tidak sabar berjumpa dengan Ibu, Ayah, kakak, dan adik-adik. Mungkin ini saja bu, coretan dariku. Sekali lagi semoga Ibu, Ayah dan semuannya sehat di rumah. Tunggu aku beberapa minggu kedepan di rumah.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Dari puteri yang menyayangimu,
(Aini Irmadana)