Buy now

26 C
Semarang
Senin, November 25, 2024
spot_img

Sehari Menyusur Jasa Para Pahlawan

penampakan monumen di Makam Pahlawan Nasional Giri Tunggal Semarang (foto:lpmmissi/haqqi)
penampakan monumen di Makam Pahlawan Nasional Giri Tunggal Semarang (foto:lpmmissi/haqqi)

Ada tujuh hari dalam sepekan. Namun, bagi sebagian orang, hari Jum’at terasa berbeda. Pasalnya hari Jum’at merupakan transisi antara weekday ke weekend . Siapa juga yang tak suka dengan weekend? Hari yang identik dengan kata libur.

Jum’at ini, tepatnya 10 November 2023, terasa lebih spesial lagi karena bertepatan dengan Hari Pahlawan. Sayangnya, subtansi Hari Pahlawan Jum’at ini bukan termasuk hari libur. Ah sudahlah.

Secara historis, Hari Pahlawan dilatar belakangi oleh Pertempuran Surabaya yang jatuh pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran tersebut terjadi pada kubu pejuang Indonesia dengan penjajah Inggris. Ultimatum yang dilakukan Inggris tidak diamini oleh rakyat Surabaya sehingga terjadilah pertempuran hebat.

Pertempuran ini dipimpin oleh tokoh nasional terkemuka, diantaranya ialah Bung Tomo, Kyai Hasyim Asyari, dan Wahab Hasbullah. Meski banyak pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban, semangat juang itulah yang patut dihormati. Sehingga, hari tersebut menjadi simbol nasional hingga dideklarasikan sebagai Hari Pahlawan.

Baca Juga: Aldhania Uswatun Hasanah Berhasil menjadi Wisudawan Terbaik FDK Tanpa Skripsi

Dikarenakan nuansa Hari Pahlawan masih terasa, aku dan kawanku berkunjung ke tempat-tempat yang berbau sejarah, yaitu museum dan makam pahlawan di Kota Semarang.

Kota Semarang ialah kota yang tak asing dengan hawa panasnya. Namun, ketika kami menginjakkan kaki di jantung kota tersebut, cuaca terlihat redup mendung.

Museum Mandala Bhakti

Ketika kami melihat ponsel, waktu menunjukkan pukul 14.15. Artinya hanya tersisa 45 menit lagi sebelum museum ditutup.

Di sisa waktu tersebut, kami melihat bangunan berarsitektur Belanda. Bangunan tersebut bernama Museum Mandala Bhakti yang lokasinya berdekatan dengan Tugu Muda Semarang. Museum yang dulunya adalah Pengadilan Tinggi Belanda ini hanya mematok tarif 5 ribu per orang untuk bisa menikmati wisata sejarah.

Saat memasuki ruangan pertama, tampak lukisan Pangeran Diponegoro yang memenuhi tembok. Lukisan tersebut memuat semacam alur cerita perjuangan beliau dalam Perang Jawa, dari awal hingga Pangeran Diponegoro diasingkan oleh Belanda.

Kami mengamati lukisan itu dalam-dalam, seorang khalifah tanah Jawa dengan sorban dan pakaian serba putih, dinaikinya kuda perang dan diangkatnya sebilah pusaka tanda perlawanan kepada penjajah. Rasa yang sama kurasa dengan apa yang dilakukan oleh Bung Tomo dalam memimpin Pertempuran Surabaya. Penjajahan harus ditumpas.

Di museum ini juga berisikan barang-barang peninggalan masa lalu. Seperti, senjata perang (keris, pedang, senapan mesin, granat), replika barang sejarah, barang TNI (pakaian perang, dokumen). Selain menceritakan Perang Diponegoro (Perang Jawa), museum ini juga menampilan beberapa informasi tentang sejarah militer Indonesia dan sejarah G30S PKI.

Sebelum beranjak pulang, kami bertemu dengan Pak Sulaiman. Pak Sulaiman merupakan salah seorang anggota Kodam IV Diponegoro yang kebetulan bertugas piket di museum hari itu. Dengan setail, beliau menceritakan awal mula berdirinya museum ini. Ia menceritakan, bangunan ini dulunya adalah Pengadilan Tinggi Belanda, hingga tahun 1985 baru dialih fungsikan dan diresmikan menjadi museum.

Pak Sulaiman berharap agar Museum Mandala Bhakti ini bisa menjadi wahana edukasi masyarakat.

“Untuk pengunjung perhari terkadang hanya 10-15 orang saja, saya berharap kedepannya generasi muda menganggap museum itu penting. Selain itu untuk mengingat jasa para pahlawan dan mengetahui benda peninggalan sejarah secara langsung,” harapnya.

Makam Pahlawan Nasional Giri Tunggal

Selepas dari Museum, kami melanjutkan sore dengan berkunjung ke makam pahlawan, yaitu Taman Makam Nasional Giri Tunggal Semarang. Makan ini terletak di dekat Polda Jateng dan Gubernuran Jateng.

Sore itu makam tak terlalu ramai, hanya terdapat beberapa orang saja dan sisanya hamparan kubur para pahlawan. Setelah memasuki gapura makam, kami disajikan tembok berisikan tulisan nama-nama pejuang. Di atas tembok tersebut tertulis “aku gugur membela negara, lanjutkan perjuanganku” dengan patung garuda di atasnya.

Kemudian, di ujung kiri komplek makam terdapat pelataran dan sebuah monumen. Di Makam Giri Tunggal ini semua pejuang dijadikan satu, antara yang Islam, Kristen, dan Agama lain dalam satu komplek.

Baca Juga: Palestina, Semangka, dan Kita

Rasanya luar biasa sekali bisa menatap para pahlawan nasional Indonesia yang berjuang merebut kemerdekaan bangsa. Tentu hal tersebut bukanlah jasa yang sepele.

Sebelum senja datang, kami pun memilih untuk pulang. Dalam perjalanan, kami teringat perkataan seorang alim dengan gelar profesor tanpa sekolah formal, yaitu Buya Hamka. Perkataannya seakan merefleksikan apa yang kita pelajari hari ini.

“Orang-orang besar akan tetap besar dalam zamannya. Dan bila dia meninggal, akan tetaplah dia menjadi kenangan yang indah dalam sejarah bangsa. Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan Teungku Cik di Tiro. Nama dan jasa merekalah yang menjadi kekayaan kita melanjutkan perjuangan, bukan batang tubuhnya.”

Selamat hari pahlawan, selamat melanjutkan perjuangan!

Penulis: Haqqi Idral dan Bagus Satria

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

[td_block_social_counter twitter="tagdivofficial" youtube="tagdiv" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333" instagram="https://www.instagram.com/lpm_missi/?hl=en"]

terkini