“Menggunakan kerudung besar dikatain istri teroris”
“Berhijab tapi kelakuan masih jauh dari ajaran agama”
Begitulah kutipan yang penulis sering jumpai di berbagai macam kolom komentar media sosial, seperti facebook, instagram, youtube dan twitter. Banyak sekali yang kita jumpai baik disengaja ataupun tidak, tentang cemoohan yang dilontarkan oleh pengguna media sosial. Cemoohan itu menjurus pada mereka yang memiliki bentuk fisik berbeda, seperti seseorang yang berhijab terlalu berlebihan dan bertubuh gemuk.
Berawal dari cemoohan yang dilakukan di dunia nyata, lalu seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, hal ini juga berdampak ke media sosial. Media sosial yang kini kian terbuka membuat orang semakin bebas dalam menyampaikan pesan apapun.
Baca Juga: Katakan “Weleh” Pada Masalah
Dalam kolom komentar yang saya temukan misalnya, celotehan tentang bentuk fisik baik itu berpakaian dan perilakunya sering terjadi. Seperti yang dialami oleh salah artis terkenal Marissa Nasution dalam akun instagramnya “Mba, jadi orang punya malu doong…!! Badan melar gitu dipamer-pamerin“ begitu yang disampaikan akun tersebut di kolom komentar.
Ketika saya mencoba membuka akun yang memaki-maki artis kondang tersebut, ternyata dia orang muslim. Bebasnya berbicara dan mengolok-olok orang seperti contoh di atas mengingatkan kita pada hadist yang diriwayatkan oleh at-tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud “Tidaklah seorang mu’min suka mela’nat, tidak pula suka mencela tidak suka berbuat kekejian dan tidak pula suka berbuat vulgar(jorok).”
Maraknya fenomena komentar buruk yang bertebaran di media sosial, menandakan pengguna akun media itu masih belum bisa mengontrol dirinya. Dampak buruk yang ditimbulkan tidak hanya pada diri sendiri melainkan berimbas pada ajaran agamanya yang tidak sampai ke ulu hati, sehingga orang akan tersinggung, marah dan menimbulkan rasa minder yang membuat korban menyendiri.
Yang menjadi persoalan saat ini, mengapa era keterbukaan informasi semakin memudahkan orang untuk saling menghina dan menghujat. Amat disayangkan, sebab perlu kita ketahui bahwa yang melekat pada diri manusia sesungguhnya pemberian dari Allah Swt. Jadi, jika kita menghina orang lain, itu sama saja kita menghina ciptaan dan penciptanya. Apakah kita seberani itu?.
Allah Swt menyampiakan dalam (Q.S. Al-Hujurat ayat 11) yang artinya “Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah memanggil dengan sebutan-sebutan buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fisik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”
Jadi, jika kita mencela orang lain maka kita sama saja mengutuk penciptaan Allah Swt, dan kita akan dikatakan sebagai orang yang zalim.
Baca Juga: Tanggung Jawab
Begitulah kiranya Allah mengingatkan hambaNya, tetapi, bisa jadi masalah memaki orang lain itu berkaitan dengan tingkat ketakwaan dan akhlak seseorang. Rasullulah pernah mengingatkan kepada kita melalui hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi “Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya serta bergaulah dengan orang lain yang berakhlak baik”.
Ajaran al-Quran yang disebutkan oleh Allah Swt seharusnya dilaksanakan oleh umat manusia sebagai hambaNya. Karena Allah sendiri memuji hamba Nya sedangkan kita justru sering mengolok-olok sesama. Tidak seharusnya sebagai hamba Allah menghina ciptaanNya, meskipun itu olok-olok itu dianggap sebagai candaan untuk membuat suasana lebih segar. Jika memungkinkan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, mengapa tidak kita lakukan. Hal ini agar semua kebaikan dapat dirasakan siapapun dan diterima dengan baik dengan alasan yang baik pula.
Oleh: Mella