SEMARANG, LPMMISSI.COM – Kepala Planetarium dan Observatorium UIN Walisongo, Ahmad Saiful Anam, membenarkan fenomena gerhana matahari ialah tanda akhir bulan dalam penanggalan hijriyah.
Ketika diwawancarai kru lpmmissi.com, Kamis (20/4), Saiful, menjelaskan, dalam ilmu falak fenomena ini disebut ijtimak. Yaitu posisi matahari, bulan dan bumi berada dalam satu bidang. Ini menandakan siklus bulan telah berakhir.
Ia mengatakan dalam ilmu fikih penentuan awal bulan bukan dengan ijtimak. Kejadian sejajarnya matahari, bulan, dan bumi terjadi setiap bulan. Akan tetapi tidak semua bisa terlihat.
“Itu mengapa nabi mengatakan boleh mengakhiri puasa apabila telah melihat hilal,” ucapnya.
Saiful, mengatakan, proses rukyatul hilal itu memastikan apakah setelah istima memenuhi standar terlihatnya hilal atau tidak. Hal inilah yang dipakai pemerintah Indonesia maupun beberapa ormas.
Ia menjelaskan kriteria hilal yang disepakati Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) ialah berada di ketinggian 3 derajat di atas ufuk dan sudut elognasi atau jarak sudut bulan dan matahari ialah 6,4 derajat.
Saiful berpesan kepada masyarakat awam terkait adanya perbedaan penentuan 1 syawal 1444 H.
“Bagi orang awam sejatinya kita mengikuti pemerintah karena otoritas keagamaan di indonesia ialah kementerian agama RI,” pungkasnya.
Reporter: Muhammad Irfan Habibid
Editor: Indah Wulan Sari