Foto: Lpmmissi.com/ Ikhsan |
SEMARANG, LPMMISSI.COM – Kepala Internal Legal Resource Center – Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC – KJHAM) Nihayatul Mukharomah menyebutkan kasus pelecehan seksual yang minimpa mahasiswi Yogyakarta di angkutan umum Semarang, sulit untuk diselesaikan.
Ia juga menyebutkan bahwa kasus pelecehan seksual di angkutan umum, bukan baru pertama terjadi. Bahkan sampai ada kasus yang hampir di perkosa.
“Kasus pelecehan seksual pada tahun 2019 di Kota Semarang ada satu kasus, tapi tidak selesai karena kurangnya bukti,” tuturnya.
Baca juga: Kader PMII Alami Pelecehan Seksual di Kota Semarang
LRC-KJHAM mencatat, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2019 di Jawa Tengah, terdapat 90 kasus dengan jumlah korban sebanyak 92 orang. Kasus KDRT sebanyak 37 kasus, percobaan perkosaan dua kasus, pemaksaan perkawinan satu kasus, percobaan pemaksaan perkawian satu kasus, kekerasan dalam pacaran satu kasus, perbudakan seksual 31 kasus, perkosaan empat kasus, pelecehan seksual tiga kasus, traffking satu kasus, buruh migran satu kasus, dugaan perkosaan satu kasus dan Non Kekerasan Berbasis Gender (KBG) delapan kasus.
Niha juga menjelaskan, kalau di lihat dari kasus mahasiswi Yogyakarta, untuk diproses ke ranah hukum bukan hal yang mudah. Butuh perjuangan paling tidak harus diketahui siapa pelakunya, plat nomor kendaraannya dan ada saksi yang melihat.
“Tugas dari penyidik kan memang meminta alat bukti,” ungkapnya.
Baca juga: DEMA FDK Deklarasikan Anti Kekerasan Seksual
Menurut niha, kondisi sistem hukum sekarang, menjadi alasan banyaknya kasus pelecehan yang tidak terungkap.
“Makanya saat ini kita sedang mengadvokasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), karena banyak kasus kekerasan seksual yang kemudian tidak terselesaikan,” ucapnya saat dihubungi via telepon pada Selasa, (11/02/2020).
Untuk pelayanan di LRC-KJHAM sendiri ada mekanismenya. Misalnya korban akan dibantu mengangkat kasusnya ke ranah hukum, lalu ada juga pelayanan penyembuhan psikologis.
Baca juga: Laporan LRC-KJHAM Sebut Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat
“Saya menyarankan bukan untuk perempuan saja yang waspada atau hati-hati, tapi negara juga harus turut melindungi,” katanya.
Ia pun meminta agar pemerintah melakukan upaya pencegahan dengan mendata siapa saja supir angkutnya, plat nomor, dan harus memperhatikan standard yang baik.
“Seleksi supir harus diperketat, jadi tidak sembarangan semua orang bisa jadi supir angkutan umum,” ungkapnya.
Baca juga: Bertema Kemanusiaan, KSK Wadas Pentaskan Naskah Penggusuran Warga Tambakrejo
Niha menyarankan angkutan umum bisa mencontoh transportasi seperti Bus Rapid Transit (BRT).
Sebab angkutan umum menurutnya, tidak punya mekanisme yang jelas. Beda jauh dengan BRT yang memiliki prosedur dan mekanisme yang jelas.
“Untuk ke depannya lebih ditata lagi, jika ada kasus seperti itu di angkutan umum ataupun supir ugal-ugalan mudah untuk mendeteksinya,” tutupnya.
Reporter : Fitroh Nurikhsan
Editor : M. Miftahul Kamal Annajib