Perjalanan Tim Nasional (Timnas) Indonesia dalam ajang Piala Asian Football Federation (AFF) 2018 dipastikan gagal lolos dari fase grup. Tersingkirnya Timnas menjadi mimpi buruk dengan hanya mengumpulkan tiga poin saja. Meskipun masih mempunyai satu laga sisa, Timnas berada di posisi empat klasmen sementara dan tak mungkin bisa mengejar posisi kedua ataupun pertama. Tersingkirnya Timnas dipastikan usai laga Filipina berimbang 1-1 dengan Thailand di Panaad, Bacolod, Rabu (21/11/18).
Padahal masyarakat Indonesia sudah sejak lama merindukan atmosfer juara Piala AFF. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya masyarakat mendukung langsung setiap Timnas berlaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kegagalan ini menambah catatan buruk Timnas Indonesia yang belum pernah merasakan gelar juara Piala AFF. Prestasi terbaik Timnas yakni ketika menjadi runner up pada tahun 2016.
Padahal masyarakat Indonesia sudah sejak lama merindukan atmosfer juara Piala AFF. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya masyarakat mendukung langsung setiap Timnas berlaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kegagalan ini menambah catatan buruk Timnas Indonesia yang belum pernah merasakan gelar juara Piala AFF. Prestasi terbaik Timnas yakni ketika menjadi runner up pada tahun 2016.
Baca Juga: Ramalan Pahlawan PSSI Soeratin Sosrosoegondo
Ada banyak faktor di balik kegagalan Timnas pada ajang Piala AFF 2018 ini, yang pertama tentunya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) selaku induk sepak bola Indonesia yang dinilai kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi turnamen ini. Tengok saja, ketika Luis Milla selaku pelatih hanya dikontrak oleh PSSI sampai ajang Asian Games 2018. Tentu pergantian pelatih dengan menunjuk Bima Sakti selaku asisten pelatih dalam waktu yang mendadak berimbas pada permainan Timnas sendiri. Padahal sejak dilatih oleh Luis Milla, Timnas mempunyai serangan yang bervariasi tidak hanya mengandalkan kedua sayap saja.
Kedua, permasalahan yang membuat geram masyarakat adalah rangkap jabatan Edi Rahmayadi selaku Ketua Umum PSSI. Hal inilah yang membuat masyarakat Indonesia kecewa dengan membuat tagar #KosongkanGBK dan #Ediout . Aksi tersebut sebagai upaya protes dan menginginkan adanya revolusi di kepengurusan PSSI. Padahal 2018 ini banyak turnamen sepak bola, mulai dari Asian Games, Piala AFF dan Asian Football Confederation U-16.
Prestasi terbaik yang dipersembahkan Timnas untuk masyarakat ialah juara AFF U-16 pada tahun 2016. Seharusnya Edi Rahmayadi fokus saja pada dunia sepak bola, tak usah ikut tarung dalam Pilihan Kepala Daerah (pilkada) kemarin di Sumatera Utara. Imbasnya tentu Edi Rahmayadi izin cuti untuk berkampanye dan memikirkan dunia politik.
Kemudian yang ketiga, penunjukkan Bima Sakti sebagai pelatih menuai pro kontra sebab rekam jejak sebagai pelatih masih sangat minim pengalaman. Bima Sakti hanya asisten pelatih dan dalam dunia kepelatihan Bima Sakti belum menangani satu klub apapun. Pantas saja banyak masyarakat yang meragukan ketika pada laga pertama kontra Singapura telah menelan kekalahan. Permainan Timnas pun terlihat monoton serta tidak seperti biasanya ketika di latih oleh Luis Milla.
Yang terakhir, keanehan terjadi ketika Timnas Indonesia sedang mengikuti kejuaran piala AFF 2018, liga Indonesia selaku kompetisi antar klub tetap berjalan, tidak diliburkan sama sekali. Hal ini tentu merugikan Timnas sendiri karena tidak dapat memilih dengan bebas pemain terbaik yang ada di klub-klub tersebut. Terkadang klub-klub Indonesia berat hati melepaskan pemainnya ke Timnas. Hal tersebut harusnya dibenahi oleh PSSI agar tidak mengganggu persiapan Timnas dalam menghadapi setiap kejuaraan.
Kedua, permasalahan yang membuat geram masyarakat adalah rangkap jabatan Edi Rahmayadi selaku Ketua Umum PSSI. Hal inilah yang membuat masyarakat Indonesia kecewa dengan membuat tagar #KosongkanGBK dan #Ediout . Aksi tersebut sebagai upaya protes dan menginginkan adanya revolusi di kepengurusan PSSI. Padahal 2018 ini banyak turnamen sepak bola, mulai dari Asian Games, Piala AFF dan Asian Football Confederation U-16.
Prestasi terbaik yang dipersembahkan Timnas untuk masyarakat ialah juara AFF U-16 pada tahun 2016. Seharusnya Edi Rahmayadi fokus saja pada dunia sepak bola, tak usah ikut tarung dalam Pilihan Kepala Daerah (pilkada) kemarin di Sumatera Utara. Imbasnya tentu Edi Rahmayadi izin cuti untuk berkampanye dan memikirkan dunia politik.
Kemudian yang ketiga, penunjukkan Bima Sakti sebagai pelatih menuai pro kontra sebab rekam jejak sebagai pelatih masih sangat minim pengalaman. Bima Sakti hanya asisten pelatih dan dalam dunia kepelatihan Bima Sakti belum menangani satu klub apapun. Pantas saja banyak masyarakat yang meragukan ketika pada laga pertama kontra Singapura telah menelan kekalahan. Permainan Timnas pun terlihat monoton serta tidak seperti biasanya ketika di latih oleh Luis Milla.
Yang terakhir, keanehan terjadi ketika Timnas Indonesia sedang mengikuti kejuaran piala AFF 2018, liga Indonesia selaku kompetisi antar klub tetap berjalan, tidak diliburkan sama sekali. Hal ini tentu merugikan Timnas sendiri karena tidak dapat memilih dengan bebas pemain terbaik yang ada di klub-klub tersebut. Terkadang klub-klub Indonesia berat hati melepaskan pemainnya ke Timnas. Hal tersebut harusnya dibenahi oleh PSSI agar tidak mengganggu persiapan Timnas dalam menghadapi setiap kejuaraan.
Baca Juga: Timnas U16 Gilas Kep Mariana Utara 18-0
Untuk mewujudkan Garuda terbang tinggi harus ada persiapan jangka panjang, misalnya dengan mengontrak pelatih profesional sarat akan pengalaman dengan jangka waktu yang lama. Kemudian lebih melakukan program pembinaan pemain usia dini dengan pelatih yang berkelas juga. Biarlah pelatih tersebut membangun fondasi terlebih dahulu di squad Timnas.
Kemudian untuk ke depannya pula PSSI harus berkoordinasi dengan penyelenggara liga Indonesia untuk meliburkan terlebih dahulu ketika Timnas ada turnamen. Langkah seperti ini akan membuat pemain fokus kepada Timnas dan pelatih pun bisa dengan bebas memilih pemain terbaik yang ada di Indonesia. Jadikan pelajaran kegagalan Timnas pada piala AFF 2018 untuk intropeksi diri pengurus PSSI.
Dengan adanya kejadian ini semoga kedepannya tidak ada lagi rangkap jabatan dan yang paling penting PSSI lebih mematangkan lagi Timnas Indonesia sebelum mengikuti kejuaraan. Harapan terakhir tentu menyaksikan Timnas Indonesia meraih juara disetiap kejuaraan yang diikuti.
Oleh: Fitro Nur Ikhsan
Kemudian untuk ke depannya pula PSSI harus berkoordinasi dengan penyelenggara liga Indonesia untuk meliburkan terlebih dahulu ketika Timnas ada turnamen. Langkah seperti ini akan membuat pemain fokus kepada Timnas dan pelatih pun bisa dengan bebas memilih pemain terbaik yang ada di Indonesia. Jadikan pelajaran kegagalan Timnas pada piala AFF 2018 untuk intropeksi diri pengurus PSSI.
Dengan adanya kejadian ini semoga kedepannya tidak ada lagi rangkap jabatan dan yang paling penting PSSI lebih mematangkan lagi Timnas Indonesia sebelum mengikuti kejuaraan. Harapan terakhir tentu menyaksikan Timnas Indonesia meraih juara disetiap kejuaraan yang diikuti.
Oleh: Fitro Nur Ikhsan