Bicara soal hidup, saling membutuhkan adalah hal yang wajar. Baik antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, hingga manusia dengan Tuhan. Sayangnya manusia sering lupa, tidak sadar diri bahwa mereka lebih sering membutuhkan daripada dibutuhkan.
Misalnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, manusia amat tergantung pada produk alam. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesemuanya berasal dari alam. Tetapi ada saja manusia yang seperti hilang ingatan, menebang pohon secara liar, memborbardir ribuan ikan yang ujung-ujungnya merusak ekosistem alam.
Kalau sudah begitu muncul pertanyaan, di mana rasa terima kasih manusia? Ketika alam mulai menegur, manusia hanya bisa protes dan sibuk mengutuk sana-sini, menganggap alam tak bersahabat, padahal akibat ada karena sebab.
Jika pada alam yang telah memenuhi kebutuhan saja manusia tidak mau tahu, lantas bagaimana dengan sesamanya? Yang setiap hari berinteraksi, bertukar kata, bertatap muka dan hidup bersanding di semesta yang sama.
Masih banyak ditemukan, manusia yang gemar beradu pendapat sampai berdebat, bahkan tidak terkendalinya emosi sampai berujung pada tindak kriminalisasi.
Manusia seringkali tega menelan sesuatu yang bukan haknya. Manusia saling sikut dan saling berebut demi mendapatkan sesuatu yang sifatnya sementara, misalnya harta.
Lalu bagaimana hubungan membutuhkan-dibutuhkan antara manusia dengan penciptanya? Meski sebenarnya dalam hubungan ini manusia dominan amat membutuhkan, sedangkan Tuhan cenderung tidak membutuhkan.
Allâh Azza wa Jalla memberikan berbagai kebaikan dan menolak kejahatan dan keburukan. Oleh karena itu, manusia sebagai hamba harus benar-benar bersyukur kepadaNya. Hendaknya seorang hamba berusaha dengan segala cara yang dapat mengantarnya dan membantunya untuk bersyukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allâh, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” [An-Nahl/16:53]
Manusia seringkali gemar bermaksiat tanpa peduli ada yang melihat, padahal Allah adalah Yang Maha Melihat. Beribadah sesuka hati dan semaunya sendiri, padahal itu merupakan bekal untuk kehidupan yang lebih kekal di akhirat nanti.
Penulis : Isbalna (MG16)
Foto : Hijriyati Nur Afni (MG16)
Editor : Korie Khaeriah