Foto: Google.com |
Mahasiswa dan impian memiliki hubungan serius, bisa dikatakan lebih serus dari segi-segi kehidupan lain. Impian bukan diartikan sebagai bunga tidur saja, namun Ia merupakan laku imajinasi dalam diri manusia untuk suatu pencapaian.
Sebagai wujud dari ketidakpastian, mahasiswa bergelut dengan berbagai impian. Tidak mengherankan jika banyak impian diciptakan begitu muluk, sebab Ia dipersembahkan untuk bagian terdalam di hidup seseorang.
Ketika seseorang mempunyai impian, sebenarnya ia sedang melakukan persembahan kepada Tuhan yang maha mengabulkan, mengadukan dan memohon apa saja kepada-Nya. Dalam ruang persembahan itulah mereka berjumpa, sebagai ekspresi religius, permintaan selalu relevan bagi Tuhan, karena pintu kemurahan Tuhan selalu terbuka bagi pengaduan dan permohonan apa pun.
Impian memberikan dimensi keindahan dan emotif pada berbagai segi kehidupan, yang pada akhirnya terletak pada dimensi religiusitas dalam rohaniah manusia. Seorang mahasiswa bekerja dengan segenap tenaga rohaniah, intuisi, dan imajinasi kreatifnya. Dalam arti itulah, baik pengalaman fisik maupun rohani bersifat emotif sekaligus spiritual, dalam ukurannya masing-masing.
Baca juga: Kesalahan Orang Berpuasa yang Perlu Diketahui
Karena impian merupakan keinginan, seringkali muncul godaan untuk mengetahui kapan atau berapa lama impian itu akan terkabul. Tapi terkadang manusia lupa, apabila Tuhan langsung mengabulkan impian-impian maka dari mana seseorang belajar ikhtiar, bila Tuhan langsung mengabulkan apa yang diminta, dari mana seseorang belajar ikhlas dan tawakal.
Manusia juga terkadang lupa, bagaimana sikap orang tua ketika anaknya merengek minta dibelikan mainan, mereka tidak langsung mengabulkan. Tetapi ada keinginan orang tua untuk tahu seberapa kreatif mereka untuk bisa berjuang hingga mendapatkan apa yang Ia impikan, seperti berusaha mendapat peringkat terbaik di kelas misalnya.
Mungkin manusia juga lupa bahwa seseorang pernah segera memenuhi permintaan seorang pengemis hanya agar dia segera pergi, adakah orang yang mau impiannya dikabulkan seperti itu?
Mahasiswa dan impian menjadi ekspresi kehangatan seorang dengan Tuhan. Namun sepertinya manusia perlu belajar bahwa cara Tuhan mengabulkan impian seseorang itu tetap bergantung dengan keseriusan, kerja keras, dan keuletan.
Saya teringat sosok Uzumaki Naruto dalam serial anime Jepang, sebuah gambaran mengenai pencapaian. Impian besarnya untuk menjadi seorang hokage (pemimpin) di desanya. Ia yang tidak pernah merasakan kasih sayang dari orangtua, hidupnya terkucil di masyarakat, jelmaan monster rubah yang menbunuh orang tuanya, masuk dalam diri Naruto dan menyebabkan orang-orang enggan berkawan dengannya.
Baca juga: Saat Media Lebih Penting dari Agama
Tentu, hal itu tak menyurutkan semangat untuk mendapat penganggapan diri menjadi hokage.
Naruto merupakan sosok yang tidak memiliki kecakakapan dalam bertarung. Ia selalu bertindak gegabah dan sering melawan musuh tanpa pemikiran yang panjang. Seiring dengan perjalanan yang dilaluinya, pengalaman baru dan juga teknik baru dalam bertarung Ia dapatkan. Satu hal yang tetap Ia pegang adalah “Akan menjadi hokage yang lebih hebat dari hokage-hokage sebelumnya.”
Berkat perjuangan, strategi, usaha dan kerja kerasnya berlatih, akhirnya Ia menjadi penyelamat dunia ninja dalam Perang Shinobi. Impiannya menjadi hokage, tercapai.
Maka, bermimpilah, namun jangan sampingkan proses meraihnya, karena mimpi tanpa proses itu hanyalah angan kosong belaka, karena mimpi tanpa bukti hanyalah ilusi.
Penulis: Aditia Ardian