Manusia menjadi makhluk yang diciptakan secara sempurna daripada makhluk lainnya. Ia mempunyai akal, nafsu, dan panca indra yang bisa digunakan kapan saja. Walaupun berpredikat sebagai makhluk yang sempurna, bukan berarti manusia tak luput dari perbuatan salah dan lupa.
Sadar atau tidak, manusia yang dianggap “makhluk sempurna” juga mempunyai sifat kehewanan, salah satunya mentalitas kawanan atau Mob Mentality.
Mentalitas kawanan ialah kecenderungan orang dalam suatu kelompok untuk berpikir dan bertindak secara sama tanpa memperhatikan pemikiran dan tindakan mereka sendiri. Mentalitas ini dapat terjadi di berbagai bidang kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, sosial, hingga budaya.
Baca Juga:Para Calon Ketua HMJ dan DEMA-FDK Tak Bisa Baca Surat Al-Alaq Saat Debat Kandidat
Kawanan Domba
Sifat kehewanan ini bisa dianalogikan seperti kawanan domba dan penggembala. Umumnya domba-domba akan mengikuti arahan penggembala. Bahkan jika penggembala mengarahkan kepada sesuatu yang berbahaya sekalipun para domba akan mengikuti.
Dalam hal ini terkadang manusia cenderung mengikuti apa-apa yang bukan menjadi kebiasaan mereka. Namun lebih dilatari pada perasaan tidak mau dianggap “berbeda” sehingga mereka memilih mengikuti arus.
Sebut saja dalam suatu aksi demo, tak semua massa aksi tentu paham apa yang sedang disuarakan. Mungkin justru kebanyakan mereka hanya sebatas ikut-ikutan saja, ikut teman, atau demi eksis di sosial media. Terlebih lagi bila berkaitan dengan idealisme. Tentu seharusnya masing-masing orang mempunyai pendirian dalam hidup.
Contoh lainnya seperti anak muda yang mengikuti gaya trend terbaru. Semisal konten trending TikTok, produk fashion terbaru, ataupun musik yang sedang naik daun.
Seolah-olah mereka mengikuti trend tersebut bukan atas dasar mereka suka. Melainkan motif keinginan untuk menampilkan keberpihakan mereka terhadap satu kelompok. Tentu saja bukan bentuk generalisasi, namun tak sedikit pula yang seperti itu.
Maka bijak kiranya Tan Malaka mengatakan “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda”, disebut pemuda karena memang menerasi tersebut adalah transisi dari masa labil.
Baca Juga:Debat Calon Ketua dan Wakil Ketua Dema-U Berlangsung Ricuh, Satpam: Kami Kewalahan
Kuantitas dan Kualitas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Leeds, menyimpulkan hanya 5 persen individu yang terinformasi di dunia ini yang mempunyai kemampuan mempengaruhi banyak orang. Yakni, yang mampu mempengaruhi 95 persen lainnya untuk mengikuti tanpa menyadarinya.
Bila merujuk penelitian di atas, ada manusia yang memang diciptakan untuk berpengaruh terhadap manusia lainnya dan ada pula yang diciptakan untuk mengikuti manusia lainnya. Keduanya bukan berarti buruk, melainkan sifat alamiah manusia sebagai makhluk sosial.
Berbicara tentang jumlah, kelompok yang mempunyai basis anggota yang besar tentu lebih diperhitungkan daripada kelompok yang kecil. Seakan dengan mengikuti kelompok yang besar mereka memperoleh “pengakuan”.
Sama halnya yang terjadi pada tawuran antar pelajar. Mereka berani melawan karena ada yang mem-backing perlindungan, mereka berani anarkis karena ada yang membersamai. Maka seharusnya dalam hal yang positif sekalipun, mentalitas kawanan bisa dipergunakan.
Bila dicermati perilaku mentalitas kawanan kerap tidak rasional, namun terkesan “ngikut” dan mengalir tanpa adanya sikap kritis maupun keinginan mencari jalan lain.
Tentu mentalitas kawanan tak sepenuhnya buruk. Justru dengan banyaknya kawanan ada beberapa nilai positif yang bisa diambil, seperti rasa persatuan, komfornitas, dan kerja sama. Semua itu bisa tercapai dengan dibarengi atas dasar rasionalitas.
Perihal kebenaran tidak ditentukan atas banyaknya kawanan. Bukan jaminan kelompok yang besar adalah kelompok yang benar, begitupun sebaliknya. Toh, banyak golongan kecil yang dapat mengalahkan golongan yang besar.
Maka mentalitas kawanan bukan sepenuhnya kelemahan pada manusia, melainkan sifat yang bisa diatur sesuai dengan kondisinya.
Penulis: Haqqi Idral