Pemuda dan pemudi di masa sekarang tak mengenal kata baper alias ‘Bawa perasaan’. Mengaitkan perasaan dengan sebuah candaan yang berujung pada terbentuknya lubang luka dilubuk yang begitu dalam. Tak dalam bukankah tetap namanya luka ? dan luka mana yang tak pernah sakit ?
Banyak diantara kita yang sedikit-sedikit baper, disapa sedikit baper, diperhatikan sedikit baper, ketemu sesuatu yang berhubungan dengan masalalu baper, mendengarkan yang berbau sedih baper, nonton film baper, liat orang pacaran baper. Terlalu mudah baper dengan urusan dunia sampai tidak ‘peka’ dengan urusan akhirat. Manusia sekarang ini sudah bergeser perilaku dan kebiasaannya. Menjadi budak dari perkembangan zaman, amnesia tujuan hidup sebagai musafir yang sedang nunut ngombe di dunia.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al- ‘Ankabut ayat 64
وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ٦٤
Artinya : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
Apabila dalam perjalanan nunut ngombe dan lantas keblinger dengan hingar bingar yang ditawarkan oleh pedagang yang diinterpretasikan sebagai dunia, lantas apa yang akan kita bawa untuk menjadi sangu di kehidupan yang kekal nantinya ?, Nah oleh karena itu jangan jadi manusia yang modern tanpa tahu cara mengendalikan nafsu kemodernannya. Jangan lagi, dan jangan terlarut dengan kebaperan masalah dunia yang akan kita tinggalkan ini.
Dalam urusan dunia kenapa kita mudah sekali baper ? Sedangkan dalam urusan agama sedikitpun hati kita tidak tersentuh ?
Kenapa kita lebih mudah menangis ketika melihat film yang sad ending, daripada menangisi diri yang berlumur dosa ?
Kenapa kita lebih mudah berlama-lama duduk memainkan handphone, daripada lama-lama membaca al-Qur’an ?
Kenapa kita lebih loyal untuk membeli tetek bengek agar terlihat bergaya dan mengikuti tren, daripada loyal untuk bersedekah ?
Kenapa kita lebih mudah baper ketika disapa manusia, tapi tak pernah berterimaksih dengan Allah yang sudah memberi kehidupan kepada jiwa yang lemah itu ?
Kenapa kita selalu berlmba-lomba menjadi orang yang borjuis, tapi tidak pernah berlomba-lomba menjadi seorang agamis yang dengan kesederhanaan. Kesantunan, dan menghargai orang lain ?
Kenapa kita lebih mudah menyapa seseorang yang kita sukai, daripada menyempatkan sholawat untuk Rasulullah SAW ?
Kenapa kita lebih baper dengan urusan dunia ? Toh, film-film yang sering membuat kita baper, tidak akan menjadi teman dikala kita sendirian menanti hisab di ruang bawah tanah yang sepi dengan binatang-binatang melata, yang sedang mengais sisa-sisa daging yang melekat pada tulang-tulang kita. Handphone yang sering kita dewakan tidak akan menjadi penerang di gelapnya kubur yang gelap tanpa sedikitpun penerang kecuali dengan bacaan al-Qur’an yang sering kita baca di dunia.
Tetek bengek yang sering kita sempat-sempatkan untuk dibeli tidak ada manfaatnya di alam akhirat nanti, karena hanya amal jariyah yang akan terus mengalirkan segarnya angin surga di ruang bawah tanah sembari menunggu dibuka pintu kehidupan selanjutnya.
Teman setia adalah perbuatan ketaatan kita terhadap Allah ketika di dunia, bukan orang-orang yang sering menyapa kita dengan kata-kata romantisnya. Dan, orang yang kita sukai dan sering kita sapa balik tidak akan memberikan pertolongan kelak di akhirat, karena hanya Rasulullah yang bisa menolong kita. Logikanya seseorang yang kita tidak pernah meyapanya tiba-tiba suatu saat kita meminta pertolongan kepadanya ? begitu pula Rasulullah, yang dengan kasih sayangnya menjadi penolong kita, namun kita jarang bahkan tak pernah menyapa dengan bacaan-bacaan sholawat kepada Beliau.
Bagaimana bisa kita mengubah baper menjadi hal yang positif untuk dijalani ? Niatkan!. Ganti pandangan hidup tentang dunia yang hanya berisi kesenangan belaka, dengan sebuah tujuan positif yang Fisabilillah. Dan penulis adalah juga pelajar dari tulisan yang Ia buat.
Semoga Allah mengampuni kebaperan-kebaperan tentang dunia yang pernah kita rasa dan lakukan.
Penulis : Hijriyati Nur Afni