foto:lpmmissi.com/ |
Sudahkah bersyukur hari ini? Kelihatannya sepele. Saking sepelenya banyak yang melupakan. Oksigen yang masih bisa dihirup berasal dari mana? Kuatnya kaki untuk berlari ciptaan siapa? Darah yang mengalir dan jantung yang dengan setia selalu memompanya atas kehendak siapa? Harus berapa banyak lagi kiranya alasan agar manusia ‘berkenan’ untuk bersyukur?
Setiap pagi, saat terbangun dari tidur, pernahkah terbersit rasa untuk bersyukur. Bagaimana kalau malam yang lalu adalah malam terakhir? Lantas, bagaimana caranya kita bersyukur? Cukupkah hanya dengan mengucap Alhamdulillah atau segala puji bagi Tuhan lalu urusan selesai? Tentu tidak. Tidak sesederhana itu.
Setiap manusia memiliki kuantitas waktu yang sama, 24 jam perhari. Untuk apa mengeluh ‘ngga punya waktu’. Merasa sudah tidak ada pekerjaan? Coba saja dicek lagi, apakah tugas kuliah sudah benar-benar selesai? Lalu bagaimana dengan nasib tugas organisasi? Tadarus Alquran sudah sampai surat apa? Hapalannya sudah sampai mana?
Banyak cara untuk mengekspresikan rasa syukur kepada Tuhan. Sebab segala yang dicipta bernilai guna. Tidak ada yang sia-sia meski itu hanya setetes keringat yang keluar dari lubang pori. Tak ada keringat, siap-siap sistem ekskresi dalam tubuh terganggu dan tubuh mau tidak mau harus menimbun racun yang semestinya dikeluarkan.
Pernah mendengar nama Helen Adams Keller? Wanita difabel yang jika dilihat secara kasat mata seperti tak berdaya. Sejak masih belia, ia harus kehilangan pendengaran dan penglihatannyayang mengakibatkan dirinya tidak bisa berbicara dan berinteraksi. Lalu, apakah dia berputus asa? Dalam kenangan sejarah, Hellen Keller dikenal sebagai sosok perempuan tangguh. Berkat kerja kerasnya melawan keterbatasan, ia tercatat sebagai penulis aktif bahkan mampu menjadi dosen di sebuah universitas di Amerika.
Bagi orang Indonesia, mungkin tidak asing dengan sesosok guru bernama Een Sukaesih. Tubuhnya yang lumpuh, tidak membuat gentar semangatnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya anak-anak Indonesia. Walau hanya mampu terbaring di tempat tidur, Endang tetap memberikan pengajaran bagi siapa saja yang ingin belajar dan tahu banyak hal.
Lalu, bagaimana dengan kita yang diberi segalanya serba utuh? Sudahkah kita bersyukur? (korie)