SEMARANG,LPMMISSI.COM– Nampaknya, fenomena hari ini menunjukkan jika dunia perkopian selalu tumbuh dan berkembang. Tentu kamu tidak asing dengan kopi keliling, atau ada juga yang menyebutnya sebagai barista keliling.
Yaps, maraknya bisnis kopi keliling di Indonesia menandakan budaya ngopi masyarakat yang masih melekat. Namun, perlu digaris bawahi jika yang dimaksud barista keliling di sini adalah mereka yang menyajikan menu kopi kekinian (bukan kopi sachet).
Pasti kamu akrab dengan minuman es kopi susu ataupun americano yang disajikan menggunakan gelas cup.
Nah, jika kopi keliling tradisional masih menggunakan kopi sachet sebagai produk dagangannya, barista keliling hadir dengan konsep “Ngopi murah ala cafe”, yang menyajikan menu-menu kopi dan non kopi kekinian.
Barista Kopi Keliling
Jika kamu belum pernah menjumpai mereka, (mohon maaf) barangkali memang lokasimu berada jauh dari peradaban kota atau pusat keramaian.
Sebab, terdapat sedikit perbedaan budaya ngopi antara di desa dengan masyarakat urban. Umumnya, masyarakat kota cenderung mengedepankan kepraktisan dan efek kafein instan, namun tanpa menghilangkan cita rasa kopi yang nikmat.
Dan rupanya, para pemilik bisnis kopi keliling sadar betul akan potensi ceruk pasar yang belum digarap dengan maksimal ini.
Baca Juga: Alfalink Adakan Pameran Pendidikan Internasional untuk Persiapan Studi di Luar Negeri
Para pengedar kopi ini menggunakan sepeda listrik yang telah dimodifikasi sepaket dengan kotak peralatan. Di dalamnya terdapat gelas plastik yang berisikan kopi yang telah diracik, es batu, susu dan juga alat pembuat kopi. Tergantung kebutuhan.
Kami berkesempatan mencoba segarnya es kopi buatan Rangga, Zaidan, dan Ijat. Ketiganya sama-sama menjajakan es kopi kekinian namun dengan masing-masing labelnya sendiri.
Mas Rangga dengan merek “Kopi Susu Merdeka”, Zaidan berlabel “Di Saat”, dan Ijat dengan “Sensasi” nya. Yaps, ketiga barista keliling ini berkeliling ke sudut-sudut keramaian untuk mendekatkan “Kopi ala cafe” ini kepada masyarakat.
Dan benar saja, dalam wawancara secara terpisah ketiganya menyatakan jika target pasar mereka adalah kawula muda-baik itu pelajar, mahasiswa, dan sesekali ojol dan pekerja kantoran mampir mencoba kopi mereka.
Berawal Dari Suka Kopi
Pada perhelatan pertama, kami menemui Zaidan selaku barista kopi dari “Di saat” yang kebetulan juga seorang mahasiswa.
Zaidan mengenakan seragam kuning-sama dengan warna gerobaknya. Sore itu, ia sedang mangkal di dekat gerbang selatan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), tepatnya di Jalan Jolotundo.
Profesinya kini rupanya ia dapatkan berawal dari kesukaannya membeli kopi di kopi keliling tersebut, dan setelah iseng men-DM ia justru diterima sebagai karyawan di sana.
Kesukaannya dalam bidang kopi membuatnya tak perlu waktu lama dalam menjalani masa training, ia mengaku hanya butuh sehari untuk terbiasa dengan tugas-tugasnya.
Sebagai mahasiswa dan barista kopi, Zaidan tak keberatan dengan segala kesibukannya.
Mahasiswa jurusan Ilmu Hukum tersebut hanya bisa beristirahat dan belajar dari jam 11 malam hingga pagi menjelang siang, dan setelah itu sorenya dari jam 4 sampai jam 11 malam ia gunakan untuk bekerja. Menyesuaikan shift kerja juga, katanya.
Waktu itu saya mencoba menu Kopi Susu seharga 8 ribu, yang kebetulan juga menjadi best seller. Selain kopi susu, ada juga menu seperti Americano, Cold Brew, dan varian non coffee.
Baca juga: Mahasiswa UIN Walisongo Lolos Grand Final Beauty Muslimah Indonesia 2025
Momen Unik dan Keluh Kesah
Menjadi barista kopi rupanya bukan sekadar menakar kopi yang nikmat saja, rupanya banyak hal yang terjadi di lapangan yang membuat profesi ini terlihat “lebih seru”.
Dan keseruan tersebut tampaknya dirasakan juga oleh Ijat. Gerobak biru bertuliskan “Sensasi” itu menjadi saksi mahasiswa semester 3 itu pernah kena prank.
Waktu itu, ia kedapatan salah seorang pelanggan yang sudah memesan kopi, dan sebelum menyelesaikan pesanannya pembeli tersebut mengatakan hendak membeli rokok sebentar. Kopi telah siap, namun pembeli tersebut tidak kunjung kembali hingga Ijat pulang, padahal ia telah membayar kopi tersebut.
Keseruan lainnya datang dari sepeda listrik yang ia gunakan, terkadang ia harus mengayuh sepedanya ketika baterai sepeda listriknya habis. “Sudah nasib”, katanya.
Meskipun baru berkeliling selama 5 hari, kemampuannya menyeduh kopi dan interaksinya dengan pelanggan terbilang oke.
Tanpa mengenakan atribut seperti seragam, dengan lihai Ijat membuatkan kami es kopi susu, es kopi susu gula aren, dan es taro, maklum temanku yang satu tidak kuat ngopi.
Sore itu kami menjumpai Ijat sedang mangkal di depan SDN 01 Ngaliyan yang berhadapan langsung dengan Lapangan Sulanji, dan seba’da maghrib ia akan pindah ke Taman Kecamatan Ngaliyan.
Selain mengedarkan kopi keliling, Ijat juga mengatakan jika produk kopinya telah membuka sebuah cafe di daerah Ngaliyan, jadi pengunjung bisa memilih antara nongkrong ataupun take away.
Pendapatan yang Naik Turun
Berprofesi menjadi barista kopi bukan saja tanpa tantangan, nyatanya beberapa hal harus diperhatikan guna memperoleh banyak pelanggan. Termasuk momentum.
Di musim hujan dan musim libur sekolah ini rupanya cukup memukul beberapa pejuang nafkah, terlebih mereka yang kesehariannya bekerja di lapangan seperti bisnis kopi keliling.
Begitupun yang dirasakan oleh ketiga barista keliling ini, hujan yang turun tidak menentu berbanding lurus dengan pendapatan yang mereka peroleh.
Zaidan sendiri menyatakan jika cuaca sedang baik ia bisa memperoleh pendapatan hingga 800 ribu per hari, namun ketika hujan datang pendapatannya tidak lebih dari setengahnya.
Senasib dengan Zaidan, Ijat pun hanya bisa pasrah jika cuaca sedang tidak mendukung, di mana ia bisa menjual sekitar 20 hingga 30 cup saja.
Kami juga sempat bertemu dengan barista keliling lainnya-Rangga, malam itu ia sedang mangkal di Jalan Tlogosari Raya, Kota Semarang.
Terkadang pria 20 tahunan tersebut mangkal di sekitar Universitas Semarang (USM) dan MAJT. Ia juga mengeluhkan pendapatannya yang kian menurun tidak seperti biasanya.
Semenjak musim libur sekolah ditambah cuaca yang tidak menentu, ia hanya bisa memperoleh pendapatan sekitar 200 ribuan, padahal biasanya ia mampu memperoleh pendapatan hingga 800 ribu per harinya.
Kondisi tersebut juga semakin tidak menguntungkan Rangga, sebab tidak jarang Rangga harus berpindah-pindah tempat mangkal karena diusir, baik dari Satpol PP maupun pedagang kaki lima lainnya.
Kopi dan Barista
Saya memang bukan “Pendekar Kopi”, namun karena iseng saya coba bertanya soal komposisi dan resep kopi.
Saya sempat menyangka bahwa berprofesi menjadi barista keliling berarti semua urusan (termasuk pada resep, takaran, dan pemilihan kopi) ada pada kendali mereka.
Sayangnya, Zaidan-begitupun dengan kedua mas-mas kopi keliling lainnya-tidak tahu secara pasti mengenai kopi jenis apa yang digunakan dan ambil kopi dari daerah mana. Sayang sekali.
Sebab, ketiganya serempak mengaku jika urusan komposisi kopi bukanlah ranah mereka.
Seperti kopi siap minum, gelas cup yang dibawa oleh barista kopi ini telah berisi racikan kopi yang telah disesuaikan oleh peracik kopi (bos atau pemimpin mereka) dan tinggal menambahkan bahan tambahan sesuai menu.
Jadi tugas barista kopi adalah mendekatkan kopi pada penikmatnya.
Meskipun begitu, dari segi rasa kopi ini terbilang sangat worth it dan merakyat, hampir sama lah seperti ngopi di cafe.
Dengan mulai 7 ribu rupiah saja kamu bisa menikmati sensasi ngopi murah ala cafe ini. Jadi berminat mencoba kopi yang satu ini?
Penulis: Haqqi Idral