Film ini berpesan bahwa semua orang berhak memiliki hak yang sama dan memperoleh keadilan untuk hidupnya. Menurutnya, mengenali jati diri adalah langkah awal untuk menekan terjadinya krisis identitas pada seseorang.
Judul Film: Pengepungan di Bukit Duri
Sutradara: Joko Anwar
Skenario: Joko Anwar
Produksi: Amazon MGM Studios & Come and See Pictures
Durasi: 118 menit
Tanggal rilis: 17 April 2025
Resentator: Muhammad Hasan
LPMMISSI.COM – Pengepungan di Bukit Berduri menjadi karya dari Joko Anwar di genre aksi setelah sekian lama bergemelut di genre horror. Film ini dikatakannya perlu sampai 17 tahun untuk Joko Anwar berani mengeksekusi dan mematangkannya, hingga akhirnya tayang di bioskop pada 17 April 2025.
Film ini menceritakan tentang seorang cina bernama Edwin (Morgan Oey) yang merupakan korban dari tragedi 2008, yang sebenarnya mengacu pada tragedi 1998. Di mana etnis Tionghoa menjadi sasaran rasisme, mulai dari dijarah, diperkosa, dan sebagainya. Di dalam film ini, kita diajak melihat bagaimana rasisme yang dibiarkan hingga larut bertahun-tahun. Di mana dalam film ini, mengajak kita melihat 19 tahun kemudian, pada 2027. Di mana saat itu, Edwin berada di SMA Duri, SMA buangan yang sangat rasis terhadap etnis tionghoa.
Sesuai dengan apa yang diungkapkan Joko Anwar, film ini sangat matang. Banyak sekali makna-makna yang ditemukan dalam film ini.
Mulai dari eksplorasi kekejaman yang bisa dilakukan manusia. Di film ini, kita diperlihatkan betapa kejamnya tingkah manusia terhadap kelompok yang berbeda dengan mereka, yang membuat beberapa penonton – termasuk saya – sedikit merasa tidak nyaman. Eksplorasi ini juga menunjukkan betapa berjasanya semboyan bangsa “Bhineka Tunggal Ika”.
Film ini juga menunjukkan bagaimana krisis identitas membuat seseorang bisa berlaku semena-mena. Seperti yang dilakukan oleh Jefri (Omara Esteghlal). Di film ini, Edwin mencari anak dari kakak perempuannya yang diperkosa pada tragedi 2008, yang membuatnya sampai ke SMA Duri. Cukup plot twist, anak tersebut adalah Jefri, siswa paling bengis yang ada di SMA Duri. Memiliki darah cina dari hasil pemerkosaan, serta berkemelut dengan teman-teman yang membenci etnis Tionghoa membuatnya sangat bengis, tak kenal ampun, dan kejam, bahkan kepada teman-temannya.
Kejadian tersebut mengingatkan kepada para penonton untuk berusaha mengenali jati diri masing-masing. Jati diri tidak bermaksud untuk membuat seseorang terbebani dengan keharusan menjaga nama baik, tapi lebih ke upaya seseorang tetap menjadi warga negara yang baik, taat hukum, menghormati sesama, dan tidak berlaku semena-mena.
Di akhir film, kita semua diperlihatkan tentang menghadapi dendam dengan baik. Dalam ending filmnya, terdapat Panca (Emir Mahira) sosok penolong, yang ternyata pernah disobek tangannya karena hendak menyelamatkan Edwin dan kakaknya. Alih-alih merasa tersakiti karena hal tersebut, Panca kemudian berusaha menyelamatkan orang-orang Tionghoa yang menjadi sasaran di tengah kerusuhan 2027 yang semakin panas. Edwin dalam film tersebut juga terlihat memaafkan Panca, yang di tahun 2008 meninggalkan dia dan kakaknya.
Sayangnya, banyak yang salah mengartikan ending dari film tersebut. Ending yang memperlihatkan bagaimana keadaan negara yang sudah tidak tertolong, sekaligus memberi pesan supaya hal tersebut jangan sampai terjadi di masa mendatang. Namun, sebagian penonton menganggap bahwa Panca dan orang-orang Tinghoa lainnya akan kembali dan berusaha mendapatkan haknya lagi (season 2).
Penulis: Muhammad Hasan
Editor: Hanifah Shabrina