5 Seni Menghadapi Ketidakpastian ala Fahrudin Faiz

Fahruddin Faiz menjelaskan seni menghadapi ketidakpastian di kampus 2 UIN Walisongo Semarang (foto: HMJ AFI)

Semua sepakat jika masa depan akan selalu dipenuhi dengan sesuatu yang abstrak. Inilah yang ditengarai menjadi cikal bakal ketidakpastian.

Ketidakpastian disini adalah bentuk kebingungan generasi saat ini dalam menentukan pilihan hidupnya. Stress, depresi, bahkan bunuh diri kerap menjadi pelarian yang seakan tak ada lagi pilihan.

Padahal sejatinya dalam hidup tentu ada kalanya kita merasa senang dan sedih, keduanya hal yang manusiawi. Namun terkadang sebagian orang menanggapi kesedihan, kekecewaan, dan marah dengan sesuatu yang negatif. Hal inilah yang seharusnya dihindari.

Baca juga:Misi Walisongo Center Jadi Tempat Kajian Riset Pemikiran Ulama

Menurut Dosen Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fahrudin Faiz, ada 5 seni untuk menghadapi ketidakpastian.

1.Sadar hidup terhadap pola ketuhanan ( sunnatullah )
Dengan kita menyadari ketetapan Tuhan ( sunnatullah ), hidup kita akan semakin bermakna. Sebab, pada dasarnya manusia itu memang diciptakan dengan keterbatasan. Tidak semua hal bisa dilakukan oleh manusia.

Hal inilah yang membuktikan bahwa pasti ada satu entitas yang mengatur segalanya. Kita secara sadar pun mengembalikan segala sesuatu kepada yang Maha Mempunyai.

2.Filosofi Apatheia
Apatheia berasal dari kata (a = tidak, pathos = menderita) yang berarti tidak menderita. Dalam penyampaiannya, Fahruddin Faiz memberi perumpamaan filosofi apatheia seperti orang yang sedang memanah.

Ketika menarik busur panah diibaratkan sebagai usaha dan ikhtiar maksimal yang dilakukan. Saat membidik target ibarat kecermatan dan fokus usaha dalam mengapai tujuan. Sedangkan melepaskan anak panah diumpamakan bentuk kerelaan akan sesuatu tersebut.

Entah baik atau buruk hasil yang diterima, keputusan mutlak berada di tangan Tuhan. Tugas kita hanya berusaha, tak sampai menerka apalagi berprasangka.

Baca juga:Lakon Abimanyu Dekatkan Kesenian Wayang Orang pada Anak Muda

3.Self Awareness (kesadaran diri)
“Hidupmu hari ini adalah versi terbaik dirimu.” Kata Fahruddin Faiz dalam kegiatan Ngaji Filsafat “Filsafat Masa Depan: Seni Menghadapi Ketidakpastian”.

Kesadaran diri merupakan bentuk mengidentifikasi diri sendiri, seperti karakter, emosi, bakat, kelebihan, kekurangan dan lain sebagainya.

Dalam dunia Islam kita biasa mengenalnya dengan istilah muhasabah. Yakni usaha introspeksi dan koreksi sejauh mana keadaan diri kita saat ini.

Maka, dengan mengetahui apa yang ada pada diri kita tentu membuat kita lebih mampu berpikir realistis dalam mengambil keputusan.

4.Kontrol Keinginan
Terkadang banyaknya masalah disebabkan karena ketidaksesuaian dalam menentukan keinginan (tidak realistis).

Mengontrol keinginan bukan berarti bersikap apatis lalu membatasi potensi. Melainkan lebih dalam bersikap realistis dengan adanya tahapan yang semestinya dilalui.

Misalnya, tidak realistis bila seorang pemuda lulusan SMA ingin menjadi presiden, meskipun tidak menutup kemungkinan. Akan tetapi, tentu ada proses panjang yang pastinya harus dilalui. Karena pilihan yang besar akan berdampak pada tekanan hidup yang besar pula.

5.Dikotomi Kendali
Kita harus sadar jika ada dimensi yang bisa kita kendalikan dan dimensi yang tidak bisa kita kendalikan.

Sayangnya, mayoritas dari kita terkadang masih terjebak pada sesuatu yang seharusnya memang tidak bisa dikontrol. Opini orang lain, tindakan orang lain, perasaan orang lain, hingga takdir adalah beberapa hal yang diluar kontrol kita.

Hal tersebut kadang diperparah dengan mendramatisir masalah yang tengah dihadapi dan pikiran negatif yang meliar kemana-mana. Sedangkan realitanya tak demikian.

Sesuai kata Seneca, filsuf penganut filsafat stoikisme. “Kita lebih menderita dalam imajinasi kita daripada dalam kenyataan.”

Baca juga:Sambut Hari Santri Nasional, Kemenag Gelar Expo Kemandirian Pesantren untuk Pertama-kalinya

Dengan 5 seni menghadapi ketidakpastian, tentu harapannya bisa menjadikan kita insan yang lebih kuat. Sehingga akhirnya masalah dapat menjadikan kita lebih dewasa. Semoga.

Penulis: Haqqi Idral

Editor: Indah Wulansari

LPM Missi:

This website uses cookies.