Buy now

33 C
Semarang
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Pusat?

Banyak orang berlomba-lomba menjadi pusat. Seolah pusat memiliki pesona yang paling utama di dunia. Bisa menyihir siapa saja yang menganggap ‘ini yang terbaik’. Salah satu bentuk memusatkan diri yang sedang tren belakangan yaitu menjadi ‘pusat perhatian’. Lewat cara yang beragam, orang-orang berusaha menunjukkan segala kreativitas dan kemampuan mereka.


Dalam Kamus Buku Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pusat diartikan sebagai tempat yang terletak di bagian tengah. Pusat juga diartikan sebagai pokok pangkal atau yang menjadi tumpuan berbagai urusan. Pusat memang selalu memesonakan mata siapapun yang melihatnya. Membuat mata gatal, hasrat penasaran. Benarkah ia yang utama? Benarkah pusat itu memiliki kualitas lebih daripada yang bukan pusat?

Kita bisa melihat pusat ada di mana-mana. Ketika berjalan-jalan, kita bisa melihat ke sekitar banyak sekali pusat, ada yang namanya pusat perbelanjaan, pusat oleh-oleh, pusat elektronik, hingga penjualan barang bekas pun diembel-embeli dengan kata ‘pusat’. Seolah kata ‘pusat’ yang ditaruh di depan nama jenis produk merupakan sebuah azimat yang mampu menarik minat masyarakat.

Baca Juga: Ternyata, Kita Tidak Tahu Terima Kasih

Si penjual berharap, pembeli akan berpikir bahwa toko miliknya adalah yang paling lengkap jika dibandingkan dengan toko yang tidak memasang kata ‘pusat’. Meski pada kenyataannya tak selengkap yang dibayangkan. Akhirnya, pusat hanya menjadi alat yang digunakan untuk mencari keuntungan semata.

Gejala terbaru, media massa kita sedang ramai ingin menjadi pusat perhatian. Terutama media massa yang terkoneksi dengan media baru (new media) yakni yang diberi nama internet. Menjamurnya berita hoax menjadi indikator bahwa media kita sedang mencari perhatian khalayak. Berbagai macam trik dilakukan, seperti dari pengemasan judul, pemilihan gambar, hingga penyeleksian fakta yang meskipun semu, namun direkonstruksi sedemikian rupa agar beritanya menjadi trending topik.

Ada yang mencari keuntungan materi, namun tak sedikit pula yang inginnya memancing emosi. Maklum, sebagian besar masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang gumunan dan kagetan. Kondisi seperti ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kalau sudah seperti itu, namanya sudah bukan lagi pusat perhatian, melainkan pusat kerugian. Wah!

Pembaca yang budiman, bisa kita bayangkan betapa menariknya jika konsep ‘pusat kerugian’ dibalik menjadi ‘pusat keuntungan’. Dengan mulai berpikir, sudah seberapa seringkah kita memberikan keuntungan kepada orang lain? Atau minimal kita tidak memberikan kesulitan, membuat resah, seperti para produsen berita hoax itu. 

Menjadi khalayak yang melek media merupakan pilihan yang bijak untuk mulai menjadi ‘pusat keuntungan’ bagi orang lain. Misalnya saja jika tahu sesuatu, sampaikanlah kepada orang lain yang belum mengetahui itu dengan penuh pengertian. Setidaknya hal yang demikian bisa menunjukkan bahwa masih ada cinta kepada sesama manusia. Selagi masih  ada cinta, tak perlu ada pertanyaan, Demikian Albert Einstein berpesan.*

*Tulisan ini sudah pernah dimuat di Majalah LPM Missi Edisi 40 dengan judul yang sama.

Penulis: Korie Khoriah (Pimred LPM MISSI 2016)
Editor: Muh. Khabib Zamzami

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini