Buy now

26 C
Semarang
Kamis, April 18, 2024
spot_img

Membangun Metode Pembelajaran di Tengah Pandemi

Foto: Lpmmissi.com/ Tirto.id


Pandemi Corona yang menyerang negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, berhasil merubah berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Penerapan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) jarak jauh (distance education) via elektronik (e-learning) seperti membuka tabir bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum siap mengikuti perkembangan zaman.


Sudah satu bulan lebih pelaksanaan KBM menggunakan media online diterapkan. Tepatnya, pada tanggal 16 maret 2020 beberapa kepala daerah mulai  mengambil inisiatif meliburkan kegiatan pendidikan di daerah masing-masing selama 14 hari. Diawali oleh DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Seminggu beringkutnya, tanggal  23 maret 2020  D.I. Yogyakarta menyusul .

Namun melihat penyebaran Covid-19 yang kian meluas, maka pemberlakuan KBM via media online pun ditambah, yakni sampai pasca Hari Raya Idul Fitri.


Menilik proses pembelajaran via online sebulan ini, prosedur maupun metode yang digunakan belum bisa dikatakan berkembang. Proses pembelajaran masih sama seperti metode bertatap muka langsung, sehingga pembahasan materi yang disampaikan justru menjadi sukar dipahami. Hal ini seakan memperjelas sistem pendidikan yang pragmatis, tidak kreatif, dan kaku.

Baca juga: Kita Adalah Pahlawan Masa Kini


Bagi tenaga pengajar maupun pelajar belum terbiasa dengan pemanfaatan media seperti ini. Sistem pembelajaran jarak jauh, yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sebenarnya sudah diterapkan di Amerika Serikat sejak tahun 1892 ketika Universitas Chicago meluncurkan program pendidikan jarak jauh. Kemudian dikembangkan oleh John Bourne dengan mendirikan Asychronous Learning Network Web. Hal ini memberikan akses belajar di mana saja dan kapan saja melalu internet.


Sedangkan di Indonesia, metode seperti ini masih prematur. Belum ada kesiapan matang baik dari tenaga pengajar, pelajar, maupun kebijakan pemerintah. Sehingga berjalannya proses KBM menjadi carut marut, walhasil tenaga pengajar hanya membebani tugas kepada pelajar.

Belum genap satu bulan kebijakan tersebut diterapkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah beberkan 213 aduan terkait beratnya metode pembelajaran dari rumah. Pelajar mengaku stress dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.

Padahal menurut Psikolog dari Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) Wiene Dewi, bahwasanya kepanikan, cemas dan stress menyebabkan daya tahan tubuh menurun dan menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit. karena itu ia menganjurkan agar masyarakat tetap berpikir posistif, jangan stress dan jangan panik, sehingga daya tahan tubuh tetap terjaga. Terlebih di masa pandemi seperti ini.
Syukurlah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim merespon dengan tanggap. Kemendikbud bekerjasama dengan TVRI menyiarkan materi pelajaran melalui televisi. Sayangnya, progam itu selalu diakhiri dengan tugas.


Jika tidak ada perubahan, proses pendidikan semacam ini akan menjadi metode pendidikan dehumanisasi. Seperti yang tertulis dalam buku Pendidikan yang Membebaskan karya Paulo Freire.

Kesempatan Berubah

Langkah yang diambil pemerintah (e-learning) juga memiliki sisi positif. Keadaan seperti ini bisa menjadi kesempatan bagi pemerintah jika hendak mengubah sistem pendidikan secara total. Nyatanya, Kemendikbud berhasil meniadakan Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan.

Selain itu pemerintah sudah berhasil menerapkan kebijakan zonasi untuk penerimaan siswa baru. Harapannya, ke depan, kualitas antarsekolah semakin merata.

Untuk melengkapi semua itu, kita perlu kurikulum baru. Kurikulum yang dapat mengembangkan berbagai kecerdasan anak atau kecerdasan majemuk. Freire menyebut ini sebagai pendidikan penyadaran dalam diri peserta didik menuju pemanusiaan yang sebenarnya. Pendidikan yang semacam ini adalah hak bagi setiap anak manusia tanpa kecuali.

Teori kecerdasan majemuk juga dikemukakan oleh Profesor di Universitas Harvard, Dr Howard Gardner. Ia membagi kecerdasan anak menjadi delapan, yaitu word smart, number smart, self smart, people smart, music smart, picture smart, body smart, nature smart.

Dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, tertulis ” Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dalam UU di atas, jelas disebutkan tujuan pendidikan untuk berkembangnya potensi peserta didik. Maka sudah sewajarnya kurikulum pendidikan ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik yang bermacam-macam.

Baca juga: Awan Semar Merapi dan Harapan Wabah Berakhir


Kebijakan merdeka belajar dari Kemendikbud dapat menjadi pintu bagi kurikulum yang memandang rata kecerdasan majemuk.

Kenapa kita harus menggunakan kurikulum berdasarkan kecerdasan majemuk? Dengan mengakui bahwa kecerdasan anak itu beragam, berarti kita menyadari bahwa setiap anak itu memiliki bakat berbeda. Sehingga kita tidak mengistimewakan salah satu kecerdasan dan meremehkan kecerdasan yang lainnya.

Setiap anak bebas memilih ilmu yang ingin ia pelajari. Dengan sendirinya ia akan tekuni bidang itu. Tanpa diberi tugas, sudah pasti ia belajar. Sebab itu sudah menjadi pilihannya.

Finlandia, salah satu negara yang menggunakan sistem pendidikan berdasarkan kecerdasan majemuk. Sistem pendidikannya adalah yang terbaik di seluruh dunia. Artinya, kurikulum berdasarkan kecerdasan majemuk telah diakui dunia.


Oleh: Sakti Chiyarul Umam







baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini