Buy now

33 C
Semarang
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Marlina, Perempuan Paling Sial dalam Memperjuangkan Keadilan

Judul Film : Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
Rumah Produksi : Cinesurya & Kaninga Pictures
Ide Cerita : Garin Nugroho
Sutradara : Mouly Surya
Penulis Skenario : Mouly Surya & Rama Adi
Pemain : Marsha Timothy (Marlina), Dea Panendra (Novi), Egi Fedly (Markus)

Indonesia boleh berbangga pada karya film anak bangsa satu ini. Film berjudul “Marlina: si Pembunuh dalam Empat Babak” (Marlina: The Murderer in Four Acts), sebelumnya telah melalang-buana di beberapa festival film internasional bergengsi sepanjang tahun 2017.  Marlina berhasil menembus Director’s Forthnight Cannes Film Festival, Toronto International Film Festival, Asia Pacific Screen Awards, Tokyo Filmex International Film Festival, Melbourne International Film Festival dan masih banyak lainnya.
Tidak hanya lolos seleksi dalam beberapa festival film internasional yang bergengsi,   Marlina juga memenangkan beberapa pemghargaan sepanjang tahun 2017, seperti NETPAC Jury Award di Five Flavours Asian Film Festival, Prix du Scenario (Skenario Terbaik) di International Women Film Festival of Sale Maroko, Film Terbaik Asian NestWave di The QCinema Film Festival, dan baru-baru ini, Marlina menang sebagai Film Pilihan Tempo 2017. 
Marlina (Marsha Timothy) seorang janda muda yang telah ditinggal mati suami dan anaknya. Ia tinggal sendirian di daerah pedalaman Sumba, Nusa Tenggara Timur. Makam anaknya berada di depan rumah, dan suaminya ia sandarkan sebagai mumi di pojok ruang tengah rumahnya. Suatu ketika, datang lah Markus (Egi Fedli), seorang perampok yang berniat mengancam nyawa, harta, dan kehormatan Marlina.. Markus tidak sendirian, ia turut mengundang enam temannya untuk merampok, dan meniduri Marlina.
“Kau orang mau apa ke sini?” tanya Marlina.
“Mau ambil kau uang, semua yang kau ternak. Kalau masih ada waktu, tiduri engkau, kita bertujuh. Malam ini, kau adalah perempuan paling beruntung.” papar Markus dengan tenang.

“Saya perempuan paling sial sudah malam ini” keluh Marlina.
Marlina membingkai ketakutannya dengan pura-pura merasa tenang, sampai ia menemukan cara untuk selamat dengan meracuni para perampok. Sup ayam yang dipesan manusia-manusia biadab itu tak ubahnya menjadi santapan terakhir bagi mereka. Satu per satu perampok tergeletak mati, dan menyisakan Markus yang masih pulas tertidur di kamar Marlina.
Marlina memberanikan diri untuk memasuki kamarnya. Ia membangunkan Markus, memintanya untuk makan dahulu. Sayang, semangkuk sup penuh racunnya ditumpahkan oleh Markus. Dengan nafsu-biadabnya, Markus langsung menyergap dan memperkosa Marlina. Dalam keadaan dikangkangi, Marlina melihat sebuah parang. Marlina merubah posisinya di atas Markus, mengambil parang, lalu menebas kepala Markus dalam sekali tebasan. Markus tewas di tangan perempuan paling sial malam itu.

Keesokan harinya, Marlina berniat melaporkan semuanya ke kantor polisi setempat. Dengan menenteng kepala Markus sebagai barang bukti, perjalanan jauh Marlina memperjuangkan keadilan dimulai. Marlina tidak bebas, ia dikejar oleh salahsatu perampok yang kemarin kebetulan tidak bermalam di rumah Marlina. Franz (Yoga Pratama) ingin kepala Markus kembali.

Dalam perjalanannya, Marlina bertemu dengan Novi (Dea Panendra), seorang perempuan yang hamil hampir sepuluh bulan dan tak kunjung melahirkan. Novi kemudian secara tak sengaja ikut terseret dalam permasalahan Marlina.


Film yang diproduksi oleh Rumah Produksi Cinesurya ini, berangkat dari ide cerita Garin Nugroho yang sudah berbentuk treatment film dan membaginya ke dalam empat babak termasuk prolog dan epilognya. Mouly Surya (Sutradara), dan Rama Adi (Produser) lalu mengembangkan ide cerita tersebut menjadi skenario dan tetap mempertahankan konsep empat babak yang ada.

Empat babak pada film Marlina memilik judul dan temanya masing-masing, dengan premis dan alur cerita maju. Kisah Marlina terbagi dalam empat babak: Perampokan, Perjalanan, Pengakuan, dan Kelahiran. Dalam tiap babaknya, Marlina berusaha mencari keadilan dan penebusan dosa bagi dirinya.

Mouly Surya mampu meramu isu penindasan dan lemahnya penegakan hukum pada perempuan dengan gaya bercerita yang brillian, proporsional, dan tidak banjir drama. Isu yang diangkat memang tergolong berat, namun semua itu tertolong oleh sentuhan humor gelap di beberapa titik. Munculnya karakter Novi seolah menjadi penyeimbang bagi karakter Marlina yang sepanjang perjalanan banyak diam dan penuh misteri. Novi selalu mengajak bicara Marlina, dan berceletuk kocak tentang rahasia-rahasia perempuan yang tabu, tapi lucu.

Akting Marsha Timothy yang tampil memerankan Marlina seakan nyaris tanpa cela. Perubahan karakter Marlina sebagai perempuan yang awalnya selalu melunak kemudian mengeras oleh keadaan, berhasil dibawakan oleh Marsha Timmothy secara brillian dan tak terduga.

Siapa yang tidak merinding ketika melihat Marlina yang awalnya memasang mimik ketakutan, lalu tiba-tiba tersenyum tipis-bengis setelah mendengar suara para perampok di belakangnya tergeletak satu-persatu selepas memakan sup ayam yang telah diracun olehnya? Lewat perannya sebagai Marlina, Marsha Timmothy berhasil menyabet penghargaan Best Actress di Sitges International Fantastic Film Festival 2017 di Spanyol dan Aktris Utama Pilihan Tempo 2017.

Dari sisi sinematografi, Film Marlina menawarkan konsep yang jenius nan unik: tidak ada satupun teknik camera movement (pergerakan kamera) dalam pengambilan gambarnya, tetapi berhasil mengeksplor keindahan alam Sumba dengan sangat tak terduga. Lanskap padang savana berhasil dieksplor secara mewah dengan gambar wideshot berkali-kali.

Mouly Surya dan Yunus Pasolang (Penata Sinematografi) memang sengaja membuat konsep sinematografi tanpa camera movement. Yunus Pasolang menuturkan bahwa Film Marlina memang mau dibawa ke konsep teatrikal: bukan kameranya yang bergerak, tapi obyeknya yang bergerak. Kamera seolah menjadi mata penonton yang diam.

 

Sinematografi dalam Film Marlina benar-benar dipikirkan matang-matang. Matahari terbit-terbenam di luar rumah Marlina, dan gelap-terang cahaya di dalam rumah Marlina, benar-benar dipikirkan untuk menampilkan gambar yang apik. Benar kata Al Muhtadi (@nontonjkt), bahwa dalam film Marlina “every frame is a painting”, setiap frame (potongan gambar) pada Film Marlina adalah lukisan. Setiap frame benar-benar indah, bermakna, dan membuat takjub.

Selain sinematografi, Film Marlina juga menyuguhkan scoring (musik latar) yang menawan pula. Scoring pada Film Marlina benar-benar membuat semakin jatuh cinta pada film ini. Suara musiknya akan terngiang-ngiang di kepala. Scoring-nya dibuat sangat tematik dengan instrumen gitar, kontra bass, string section, seruling, terompet, lonceng dan lainnya yang menciptakan nuansa musik ‘Western Cowboy’. Penempatan scoring di beberapa scene penting berhasil mewakili perasaan Marlina, dan memperindah perjalanan Marlina memperjuangkan keadlilan.

Film Marlina ditutup dengan Original Sound Track (OST) yang sangat megah berjudul Lazuardi yang musiknya diciptakan oleh Zeke Khasali, dan Yudi Arfani, serta liriknya ditulis oleh Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca). Lazuardi dibawakan secara kolaboratif oleh beberapa punggawa band indie di Indonesia, seperti Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca) sebagai pengisi vokal, Rico (Mocca) sebagai pengisi gitar, dan Deva (Polka Wars) sebagai pengisi drum.

Meskipun penuh dengan gemerlap kelebihan di hampir segala sisi, Film Marlina juga punya beberapa kekurangan. Bagi penonton yang kurang familiar dengan jenis film-film spesialis festival seperti Marlina ini, akan mudah bosan dengan beberapa scene yang tanpa adanya dialog karena terasa begitu lama. Selain itu, di salah satu adegan di Babak Kelahiran, Novi akhirnya melahirkan. Sayangnya bayi milik Novi tidak terlihat seperti bayi baru lahir, ada sesuatu yang kurang natural. Perlu dicatat, Film Marlina hanya boleh ditonton untuk usia di atas tujuh belas tahun ke atas. Hal ini dikarenakan ada beberapa adegan pembunuhan, dan pemerkosaan di dalamnya.

Terlepas dari hal itu, secara keseluruhan “Marlina: si Pembunuh dalam Empat Babak” adalah film yang nyaris sempurna. Mengangkat isu perempuan dengan cara yang tidak biasa, meramunya dengan genre ‘Satay Western’ yang belum pernah diterapkan di film-film Indonesia, dan kuat dalam setiap unsurnya (tokoh, cerita, skenario, sinematografi, scoring, dll).

Sampai saat ini, Marlina: si Pembunuh dalam Empat Babak masih tayang di beberapa layar bioskop di seluruh Indonesia. Sempatkanlah diri untuk menonton film ini. Bagi kalian yang sudah menonton, kalian adalah orang paling beruntung di dunia ini. Ya, kan? Marlina?

Resensator : Nur Aini/Ahmad Rifqi Azizi

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini