Buy now

28 C
Semarang
Selasa, April 16, 2024
spot_img

Kuatkan Literasi Agar Tidak Salah Pilih

Siapa yang layak dipilih menjadi pemimpin?
Pertanyaan seperti ini kiranya tengah menghinggapi hampir semua pemilih di Indonesia, dan bukan perkara mudah untuk menemukan jawabannya. Maklum saja, pada pemilu 17 April 2019 kali ini ada lima surat suara yang harus dicoblos untuk memilih calon presiden, wakil presiden, DPD, DPR RI, dan DPRD.

Otomatis, para pemilih akan disuguhi deretan nama yang barangkali sama sekali tidak ia kenali. Siapa sosok yang ada dalam surat suara, apa alasan dia mencalonkan diri, apa pula gagasan yang dia sampaikan, hingga benarkah dia akan membela rakyat kecil seusai terpilih menjadi wakil rakyat kelak.

Masalahnya, bagaimana menentukan calon wakil rakyat terbaik dari deretan nama yang mungkin asing ditelinga itu. Cukup sulit, bahkan untuk memilih calon pemimpin yang berasal dari tokoh publik ternama sekalipun.

Baca juga:Saat Media Lebih Penting dari Agama

Meskipun perkembangan informasi semakin pesat, namun hal itu tidak menjadi jaminan seseorang memperoleh informasi yang valid. Maraknya berita hoaks seperti menjadi momok bagi kita calon pemilih. Ditambah jempol warganet yang tidak terkendali menambah pusing tim polisi siber dalam memberangus ‘kabar bohong’ yang seperti rumput liar, selalu tumbuh meski sudah dibabat sampai akar.

Menghadapi tantangan ini, sebagian orang lebih memilih untuk mengibarkan bendera putih. Ketimbang repot-repot memikirkan calon wakil dengan tanggungan risiko kecewa karena salah memberikan dukungan, mereka lebih memilih tidak ikut berpartisipasi dan memanfaatkan libur mereka untuk melakukan kegiatan lain. Pilihan ini tentu tidak melanggar hukum, tapi mencederai kualitas demokrasi kita.

Demokrasi adalah sebuah sistem politik yang meletakkan kekuasaan tertinggi pada aspirasi mayoritas warga. Itu pula yang menyebabkan berhasil atau tidaknya sistem semacam ini berada di pundak orang ramai. Walhasil, besarnya kepedulian masyarakat menjadi instrumen penting sebagai tolok ukur keberhasilan demokrasi yang memiliki tujuan akhir menyejahterakan rakyat yang dibela calon pemimpin. Tolok ukur yang paling kasatmata yakni, partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan umum, baik dari sisi keikutsertaan maupun keseriusan dalam menjatuhkan pilihan.

Baca juga:Peran Penting Literasi Media

Ini menjadi hal penting. Karena, pertanggungjawaban warga atas kualitas pemimpin yang dipilih akan menentukan kemana arah bangsa ini berjalan lima tahun ke depan. Jika salah pilih, maka bisa dipastikan masyarakat akan dihinggapi rasa tidak puas selama kurun masa jabatan berlaku. Namun jika pilihannya tepat, bisa jadi semua puas dan gembira tak terkecuali yang beda pilihan saat itu.

Aktivis politik dan dramawan masyhur di Inggris, George Bernard Shaw mengatakan,”Demokrasi mengubah cara menentukan penguasa dari penunjukan oleh kelompok kecil yang korup menjadi pemilihan oleh orang banyak yang tidak kompeten.”

Kutipan G.B Shaw itu terlontar akibat rasa frustrasinya terhadap apatisme pekerja Inggris pada abad ke-19 dalam menggunakan hak politiknya. Dampak yang ditimbulkan, sistem itu hanya menguntungkan segelintir golongan ‘berduit’ yang secara demografis sebetulnya hanya sebagai minoritas. Hasil seperti ini sudah mafhum terjadi di desa-desa di Indonesia. Hal semacam ini lazim disebut dengan ‘serangan fajar’. kita tentu tidak ingin peristiwa yang tertulis dalam novel-novel karya Charles Dicken itu terus menerus terjadi di negara kepulauan ini.

Baca juga:Membangun Kontra Narasi Ekstrimisme Melalui Literasi Media


Kuatkan Literasi Politik

 
Untuk menangkalnya memang sulit tapi bukan hal yang mustahil. Literasi dinilai menjadi salah satu instrumen penting mencerdaskan masyarakat dalam berdemokrasi. Aktivis Komunitas Taman Baca Lereng Medini, Heru Susanto berpendapat, pendidikan literasi politik dapat mencegah apa yang kita sebut sebagai ‘serangan fajar’ atau dalam bahasa resminya politik uang.

“Semakin cerdas rakyatnya semakin baik demokrasinya. Kalau tingkat pendidikan politik relatif baik, maka pelanggaran politik bisa diminimalisasi.”

Sudah saatnya, rakyat Indonesia terutama generasi muda melek politik. Namun dengan porsi dan takaran yang benar. Ibarat sapu lidi, semakin banyak lidi yang digabungkan semakin mudah membersihkan sampah yang berserakan. Begitu pula pemilu kali ini, semakin banyak yang peduli dan ikut memilih, harapannya semakin mudah menyingkirkan politisi busuk di negeri ini. Pilih sesuai hati nurani, jangan asal coblos!!!

Penulis: Litbang LPM Missi Bidang PSDM Internal 2019, Moh Khabib Zamzami

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini