Buy now

28 C
Semarang
Jumat, April 19, 2024
spot_img

Gelar Sarjana, Bukan Segalanya

Foto: Lpmmissi.com/ Doc.

Judul : Kami (Bukan) Sarjana Kertas

Penulis : J.S. Khairen
Penerbit              : PT. Bukune Kreatif Cipta
Tahun Terbit        : 2019
Jumlah Halaman : 358 halaman
Ukuran Buku : 14 x 20 cm
Resentator            : Sabrina Mutiara F


Tiap kita punya musuh besar
Ia  hadir menakutkan dari kegelapan.
Menyengat lebih panas dari Aldebaran
Lebih berbahaya dari King Cobra yang melumpuhkan.
Lebih dingin daripada kutub Bumi yang membekukan.
Di mana musuh itu berada?
Dalam jiwa kita sendiri.
Cara menaklukkannya? Engkau sendiri yang tahu, kawan.

Begitulah kutipan penggambaran cerita dalam novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas. Novel ini menceritakan tentang lika-liku kehidupan tujuh mahasiswa yang menimba ilmu di Universitas Daulat Elang Laksana (UDEL). Namanya terdengar aneh, karena UDEL bukanlah kampus impian bak di Film Televisi (FTV).

Mahasiswa disini mempunyai berbagai alasan mengapa mereka menjadikan kampus UDEL sebagai pelabuhannya. Ada yang karena uang dan otaknya tak mampu masuk Universitas unggulan, ada juga karena orang tuanya yang tak mampu membiayai untuk kuliah di kampus swasta dan ada pula yang cuman pengen kuliah disana.

Baca juga: Rumi, Penyair Ulung Bernuansa Tasawuf

Tujuh mahasiswa tersebut antara lain, Ogi, Gala, Randi, Juwisa, Chaterine, Sania dan Arko. Mereka berasal dari fakultas dan jurusan yang berbeda, hanya saja dipertemukan ketika kuliah pertama di kelas konseling. Berawal dari situlah mereka menjadi lebih akrab seperti orang yang sudah lama kenal.

Selama perkuliahan, mereka melewati masa dimana air mata, kebahagiaan, kesedihan, bangkit, jatuh, perjuangan, penyesalan, bercampur menjadi satu. Rasa saling tolong menolong, saling support dan percaya dalam persahabatan mereka menjadikan semua seakan baik-baik saja. Begitu pula mimpi besar yang hendak diwujudkan, terkadang akan terhalang oleh suatu hal yang mungkin tak terpikirkan.

Baca juga: Resensi Film Indie “Ketika Terlambatnya Ungkapan Cinta”

Ogi, contohnya. Mahasiswa jurusan Komunikasi tetapi memiliki keahlian di dunia Information Technology (TI). Ogi bukanlah mahasiswa dari kalangan berada, melainkan hanya seorang anak tukang tambal ban. Karena Ogi merasa keberatan dengan jurusan yang dipilih, ia sering titip absen dan tidak mengerjakan tugas. Pada akhir semester, Ogi dinyatakan Drop Out (DO) dari Kampus UDEL karena nilai dan sikap yang buruk. Ternyata Ogi ketahuan pernah mengonsumsi narkoba. Tidak lama setelah itu, Ayah Ogi meninggal dunia. Semua cobaan yang dihadapinya, membuat Ogi mencoba melakukan bunuh diri. 

Baiknya, apa yang dialami Ogi membuat dirinya bangkit dari keterpurukan. Berbekal ilmu IT yang dimilikinya, Ogi mencoba mengikuti seleksi magang di sebuah perusahaan Internasional untuk pecinta  IT di Ubud. Alhasil, Ogi diterima hingga bisa bekerja di perusahaan Alphabeth Inc bentukan Google.

Penulis J.S. Khairen secara tidak langsung mengkritik dan mengevaluasi semua pihak, mulai dari pendidik, peserta didik, orang tua dan standar sosial. Penggambaran cerita dalam novel tersebut berkaitan erat dengan kehidupan sekarang, seperti sistem pendidikan di Indonesia yang kurang bagus dapat memengaruhi psikologis peserta didik. Begitu pun dengan peran orang tua yang selalu bekerja keras demi menguliahkan anaknya. Namun, terkadang berbanding terbalik balasannya yang didapatkannya.

Baca juga: RESENSI BUKU “DI LAUT INDONESIA INGIN JAYA”

Kami (Bukan) Sarjana Kertas kiranya berhasil merubah pola pikir para pembacanya. Kutipan-kutipan yang ada disetiap pergantian bab, membuat kita  terpukul dan bertanya-tanya. Nilai moral yang bisa kita dapat yakni, banyak orang yang mengidamkan gelar sarjana. Tetapi kenyataannya tidaklah menjamin kehidupan di masa depan. Ketika kita sudah merencanakan progres ke depan dan berusaha semaksimal mungkin, tapi hasilnya kadang tidak sesuai harapan. Artinya, kita harus senantiasa berbenah dan pantang menyerah.

Cerita dalam novel ini hampir sama dengan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, berlatar belakang pendidikan dan menceritakan keadaan yang terjadi saat itu. Hanya saja tokoh dan latar novel ini dibuat versi besar dengan alur lebih sederhana. Penulis sangat bagus mengemas kisah klasik ini dengan bahasa yang asik.

Terlepas dari kelebihan novel ini, terdapat beberapa perumpamaan yang sulit dipahami. Masih ada juga kesalahan ketik di beberapa kata. Yang paling disayangkan, penulis tidak memberi ending cerita dari kisah tujuh mahasiswa dan membuat banyak orang bertanya-tanya. Adakah kelanjutan dari cerita tersebut?

baca juga

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0PengikutMengikuti
3,609PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

terkini